REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir secara signifikan melonggarkan peraturan terhadap penyebaran virus corona. Pada Selasa (23/6) waktu setempat, Mesir mencabut aturan lockdown sepanjang malam.
Dengan keputusan tersebut, negara itu membuka kembali masjid dan gereja, serta memungkinkan pelanggan dapat pergi ke restoran dan kafe. Namun, tetap dengan kapasitas terbatas.
Selain itu, bioskop dan teater juga akan dibuka kembali. Akan tetapi, pantai dan taman umum masih tetap ditutup. Dilansir di The National, Rabu (24/6), walaupun dibuka kembali, masjid dan gereja tidak akan diizinkan mengadakan kegiatan berjamaah seperti sholat Jumat atau misa. Hanya sholat harian yang diizinkan dilakukan di masjid. Pemerintah juga menegaskan itu diizinkan asalkan tetap mematuhi aturan jarak sosial.
Sementara itu, restoran, kafe, bioskop dan teater diizinkan beroperasi dengan kapasitas 25 persen. Sedangkan toko-toko akan tetap buka hingga pukul 21.00.
Aturan terbaru ini mencerminkan strategi pemerintah untuk secara bertahap membuka kembali berbagai kegiatan guna menghindari krisis ekonomi sembari berupaya melindungi penduduknya. Hingga vaksin dikembangkan nanti, otoritas Mesir ingin rakyatnya belajar hidup dengan virus corona sembari menerapkan tindakan pencegahan. Hal itu termasuk menjaga jarak sosial, rajin menerapkan praktik kebersihan, dan mengenakan masker wajah di tempat umum.
Meskipun dilonggarkan, namun jumlah harian kasus Covid-19 di Mesir terus mendekati di atas 1.000. Menurut para pejabat, angka ini adalah tren yang mengkhawatirkan yang hanya akan bertahan hingga akhir Juni, sebelum kurva mulai turun dan rata pada pertengahan Juli.
Kementerian Kesehatan Mesir mencatat 56.809 kasus Covid-19, di antaranya 2.278 orang telah meninggal. Namun, jumlah kasus aktul diperkirakan jauh lebih tinggi, lantaran ribuan orang Mesir yang telah tertular dan mengalami gejala ringan dirawat di rumah tanpa tes. Selain itu, banyak pula yang tertular penyakit tersebut, tetapi tidak menerima perawatan melalui perawatan kesehatan negara.
Adapula yang tertular penyakit itu, tetapi tidak menyadari bahwa mereka mengidapnya. Para pengkritik juga mengatakan, tidak ada cukup tes yang dilakukan di negara itu. Sementara pemerintah mengatakan, mereka telah menangani pandemi secara profesional dan transparan.