REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Organisasi Pengembangan Islam di Iran mengecam aplikasi berbagi foto Instagram menyusul adanya tindakan amoral yang diposting selebgram Iran. Direktur Organisasi Pengembangan Islam, Mohammad Qomi menyatakan Instagram harus bertanggungjawab atas tindakan tersebut.
Qomi menyebut Instagram sering memakan 60 persen hingga 70 persen bandwidth internet Iran. Dia juga mengeklaim adanya kejahatan di dunia maya. "Tidak ada kontrol di dunia maya," tutur dia saat di parlemen Iran, sebagaimana dilansir dari laman Al-Monitor, Kamis (18/6).
Sebanyak 30 persen kejahatan dan 25 persen kejahatan tidak bermoral serta perjudian, kata Qomi, kerap terjadi pada aplikasi telepon pintar.
Di sisi lain, menurutnya, Organisasi Pembangunan Islam juga punya tanggung jawab untuk mempromosikan ide-ide revolusi Islam yang membawa Iran pada sistem sekarang.
Instagram menjadi populer di Iran karena salah satu dari sedikit jaringan media sosial yang diizinkan di sana.
Otoritas Iran memblokir akses ke Facebook dan Twitter. Sehingga jutaan warga Iran menggunakan Instagram dan memungkinkan mereka mengirim foto dan video dengan mudah seperti yang dilakukan orang lain di seluruh dunia.
Namun media sosial untuk berbagi foto itu juga merupakan tempat di mana warga Iran telah melampaui batas-batas sosial dan agama sehingga menimbulkan masalah.
Pada Mei lalu, atlet parkour yang populer di Iran, Alireza Japalaghy, memposting sebuah video dan gambar di Instagram tentang dirinya dan wanita telanjang yang berciuman di gedung tinggi di Teheran.
Padahal hijab atau penutup kepala wajib untuk wanita di Iran. Japalaghy kemudian ditangkap otoritas Iran karena perilaku tidak Islami menyusul postingan tersebut. Beberapa warga Iran khawatir Instagram juga akan diblokir setelah Qomi mengeluarkan pernyataan yang bernada kecaman terhadap Instagram.
Sumber: https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2020/06/iranian-official-criticizes-instagram.html