REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pusat penelitian yang dikelola oleh Kantor Federal Jerman tengah melaksanakan proyek penelitian yang berjudul "Kehidupan Muslim di Jerman 2020" (MLD 2020). Sebelumnya, penelitian tentang kehidupan Muslim di negara itu pernah dilakukan pada 2008 dan 2016.
Antara Juli 2019 dan Februari 2020, sekitar 5.200 orang menjawab pertanyaan guna memberikan pengetahuan terkini tentang komunitas Muslim yang tinggal di Jerman. Hasil pertama dari penelitian tersebut akan dipublikasikan pada awal 2021.
Penelitian tentang kehidupan Muslim di Jerman 2020 ini mencanangkan sejumlah tujuan. Proyek penelitian ini merupakan tugas yang dibahas dalam Konferensi Islam Jerman (Deutsche Islam Konferenz), forum sentral dari pemerintah federal untuk dialog dengan umat Muslim.
Dilansir di Salaam Gateway, Jumat (19/6), penelitian ini akan memungkinkan ilmuwan mendapatkan akses pada informasi yang dapat diandalkan tentang praktik keagamaan sehari-hari umat Islam dan juga menghasilkan wawasan ke dalam aspek integrasi. Survei juga memfasilitasi perhitungan dari jumlah anggota umat Islam dan menganalisis struktur sosial.
Laporan dari studi tersebut kemudian akan menyoroti persamaan dan perbedaan antara Muslim dan anggota kelompok agama lain dari negara asal yang sama dan orang-orang Jerman tanpa latar belakang imigrasi. Sebagai perbandingan dengan hasil tahun 2008, penelitian 2020 ini akan menggambarkan perubahan populasi Muslim Jerman dalam satu dekade terakhir.
Selanjutnya, dalam praktiknya tim proyek mewawancarai imigran dari berbagai daerah asal Muslim dan keturunan mereka yang lahir di Jerman. Sekitar 4.600 pria dan wanita dari Turki, Eropa Tenggara, Afrika Utara, dan Timur Tengah, serta Timur Dekat berpartisipasi dalam surveit tersebut.
Sementara itu, sekitar 600 warga negara Jerman tanpa latar belakang imigrasi juga menjawab pewawancara sebagai kelompok pembanding. Berbeda dengan studi sebelumnya pada 2008 dan 2016 yang dilakukan melalui telepon, kali ini wawancara dilakukan tatap muka dengan bantuan komputer untuk menyampaikan data kuantitatif.
Dalam proses multitahap, para peneliti mengambil sampel secara nasional dari berbagai kantor pendaftaran warga dan menerapkan metode onomastika untuk melacak orang-orang yang berpotensi menjadi anggota kelompok sasaran. Jika wawancara pendahuluan mengonfirmasi asumsi afiliasi, orang tersebut akan diberi lebih banyak pertanyaan.
Hasilnya, penelitian ini dikatakan akan fokus pada kesejahteraan Muslim. Menyusul hasil penelitian sebelumnya dan di antara inisiatif lainnya, Konferensi Islam Jerman telah didedikasikan untuk membahas topil perhatian pastoral di lembaga-lembaga publik seperti perawatan pastoral militer, perawatan pastoral rumah sakit, dan perawatan pastoral penjara.
Serangkaian pertemuan komite kerja dan konferensi spesialis telah diadakan pada November 2016. Pertemuan itu mengklarifikasi jalannya tindakan dan menghasilkan fondasi dari Islamic Center of Excellence for Welfare (IKW). IKW adalah asosiasi nirlaba yang melayani organisasi kesejahteraan Muslim dan disponsori oleh Kementerian Federal untuk Urusan Keluarga, Warga Lansia, Wanita, dan Remaja.
Sementara itu, dalam sebuah pidato pembukaan pada Konferensi Islam Jerman keempat di Berlin pada akhir November 2018, Menteri Dalam Negeri Federal Horst Seehofer mengatakan, Muslim adalah milik Jerman. Ia mengaku menginginkan Islam yang berakar pada masyarakat. "Muslim memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan semua warga di negara ini," kata Seehofer.
Konferensi Islam Jerman yang pertama diadakan pada 2006. Konferensi perdana itu menandai awal dari dialog jangka panjang antara warga Jerman dan Muslim yang tinggal di republik federal tersebut.
Tujuan dari konferensi ini adalah mencapai integrasi agama dan sosial-politik yang lebih baik dari umat Islam dan koeksistensi yang baik dari semua orang, terlepas dari kepercayaan mereka. Sementara itu, pembentukan Dewan Koordinasi Muslim (Koordinationsrat der Muslime/KRM), sebuah platform kerja dari empat organisasi Islam terbesar di Jerman, adalah hasil dari konferensi perdana.