REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Organisasi Islam Nastrul Lahil Fatih Society of Nigeria (NASFAT) menyerukan hukuman yang lebih berat terhadap kekerasan berbasis gender di negara itu. Ketua NASFAT di Negara Bagian Kaduna, Muhyideen Yusuf, mengadakan banding untuk kasus tersebut.
Dikutip di Daily Post, dalam keterangan yang diberikan, Yusuf menyatakan keprihatinannya atas eskalasi kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak perempuan di Nigeria. Ia juga menyerukan tindakan segera untuk membendungnya.
"Tindakan kekejaman ini bertentangan bagi semua agama dan budaya di negara kita tercinta. Kami mengutuk kekerasan biadab ini dalam semua konsekuensi," ujar Yusuf dikutip di Daily Post, Senin (8/6).
Ia juga menyebut tindakan pemerkosaan dan pembunuhan mengerikan yang baru-baru ini terjadi kepada Vera Omozuwa, Barakat Bello, maupun korban lainnya tidak dapat diterima.
Yusuf menegaskan tidak ada alasan atau justifikasi apa pun yang dapat diterima dari para pelaku kekejaman ini. Kepada seluruh organisasi keagamaan, masyarakat sipil, non-pemerintah, maupun warga negara, ia mengajak untuk saling bergandengan tangan untuk menghentikan kejahatan serupa.
"NASFAT berdoa agar jiwa semua korban yang meninggal dari kekerasan ini dan turut berduka cita bersama keluarga mereka," katanya.
Sementara itu, masyarakat Nigeria dalam beberapa hari terakhir, bersama tokoh-tokoh terkemuka menyerukan diakhirinya tindakan pemerkosaan di negara itu.
Seruan itu menjadi perhatian seluruh negeri, setelah seseorang bernama Vera Omozuwa diperkosa dan dibunuh oleh seseorang yang tidak dikenal di sebuah gereja di Benin.
Mahasiswi berusia 22 tahun ini awalnya ingin mencari ketenangan di Redeemed Christian Church of God (RCCG), sebuah gereja yang kosong di Kota tersebut, sebagai tempat untuk belajar pada Rabu (27/5) pagi pekan lalu. Malam harinya, seorang penjaga keamanan gereja menemukan korban sudah tidak sadarkan diri dalam genangan darah
Pihak keluarga mengatakan ada kemungkinan korban diperkosa dan diserang beberapa jam setelah masuk ke tempat ibadah tersebut. Korban lantas dilarikan ke rumah sakit tetapi dinyatakan meninggal pada Sabtu (30/5) sore.
Serangan terhadap korban di sebuah gereja mengejutkan masyarakat negara tersebut. Mereka tidak percaya kasus seperti ini terjadi di negara yang dikenal sangat religius.
Senin (1/6), sekelompok demonstran berpakaian hitam, termasuk para mahasiswa dari Universitas Benin tempat korban belajar, mendatangi markas polisi di Kota Benin. Kehadiran mereka untuk menuntut keadilan bagi korban yang dikenal dengan nama panggilan Uwa.
Menurut Ufuoma Akpobi, bagian dari jaringan Asosiasi Anti-Kekerasan Seksual Anak dan Kekerasan Berbasis Gender di negara bagian Edo, Uwa telah belajar di gereja itu selama tiga tahun terakhir. Hal ini dilakukan karena tidak ada perpustakaan umum di daerah tersebut.
"Dia pergi di pagi hari. Ibunya berusaha menghubunginya tetapi telepon mati. Kemudian Ibunya mendapat telepon dari asisten pendeta yang mengatakan dia menemukan Uwa dalam genangan darah," katanya.
Pihak Universitas Benin lantas menyebut kejahatan terhadap korban mengejutkan. Hal seperti ini tidak boleh dimaafkan oleh masyarakat mana pun.