Kamis 04 Jun 2020 13:50 WIB

Muhammadiyah Keluarkan Panduan Ibadah Lanjutan di New Normal

Perenggangan dalam sholat tidak mengurangi nilai pahala sholat atau kesempurnaannya.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Muhammadiyah Keluarkan Panduan Ibadah Lanjutan di New Normal (Ilustrasi).
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Muhammadiyah Keluarkan Panduan Ibadah Lanjutan di New Normal (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -– Seiring dengan ditetapkannya kebijakan new normal oleh pemerintah, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan panduan ibadah lanjutan di masa new normal. Meski disebut sebagai new normal, sejatinya umat diharapkan menyadari bahwa kondisi tersebut bukan berarti terbebas dari penyebaran virus corona jenis baru (Covid-19).

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zain mengatakan, tuntunan ibadah yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah sejatinya telah melalui berbagai kajian dengan mengikuti perkembangan yang ada. Untuk itu, terdapat beberapa perubahan dari panduan ibadah yang pernah dikeluarkan Muhammadiyah sebelumnya di masa Covid-19 ini.

"Kami mengeluarkan panduan ibadah di masa Covid-19 yang disebut sebagai normal baru. Saya akan bacakan sesuai dengan surat dan lampiran yang ditandatangani pak ketua umum (Haedar Nashir),” kata Fuad dalam live streaming, Kamis (4/6).

Pertama, tuntunan sholat dengan sholat berjarak. Di masa normal, kata dia, agama mengatur agar setiap Muslim yang melaksanakan ibadah sholat berjamaah di masjid untuk merapatkan shaf. Hal itu sebagaimana yang disebutkan Rasulullah SAW dalam berbagai hadis.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berbunyi: “Wa aqimu as-shafi fi sholati, fa inna iqamati min husni as-sholati,”. Yang artinya: “Dan tegakkanlah (luruskanlah) shaf sholat, karena sesungguhnya menegakkan shaf dalam sholat termasuk di antara baiknya sholat,”.

Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda: “Sawwu shufufaku fa inna taswiyata as-shaf min tamami as-shalat,”. Yang artinya: “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf dalam sholat adalah indikator dari kesempurnaan sholat,”.

Namun demikian dia menjelaskan, di masa masih berkembangnya penyebaran Covid-19 di new normal, umat Islam masih berada dalam situasi dan kondisi yang darurat. Menjaga keselamatan dan kesehatan diri menjadi hal yang utama yang perlu diperhatikan.

Untuk itu, dia menegaskan, prinsip physical distancing atau menjaga jarak sosial sebagai bagaian dari protokol masjid harus dijalankan dengan maksimal. Dia menyebut, dalam perkara ini diperbolehkan adanya perenggangan shaf dalam sholat karena menganut prinsip serta menyatukannya dengan kondisi yang ada.

“Perenggangan dalam sholat tidak mengurangi nilai pahala sholat atau kesempurnaannya,” kata dia.

Poin kedua, dia melanjutkan, tuntunan ibadah oleh Muhammadiyah juga menyoroti boleh tidaknya sholat berjamaah di masjid dengan menggunakan masker atau penutup wajah. Pihaknya menjelaskan, jika dalam keadaan normal, sholat dengan keadaan separuh wajah tertutup jelas tidak diperbolehkan dalam agama.

Hal itu sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah berbunyi: “An Abi Hurairah: naha Rasulullah SAW an yughothiya ar-rajulu faahu fi as-sholati,”. Yang artinya: “Dari Abu Hurairah: Rasulullah SAW melarang seseorang menutup mulutnya ketika sholat,”.

Sebagaimana yang diketahui, kata beliau, kadar hadis tersebut hasan sebab ada salah satu perawi yang keabsahannya dipertanyakan. Namun demikian, secara konten dan konteks, hadis tersebut cukup kuat untuk digunakan. Namun karena berkadar hasan, menurutnya, maka larangan menutup sebagian wajah dalam sholat tidak sampai pada hukum haram.

“Larangan hadis ini tidak berlaku umum, hanya agar umat Islam kala itu tidak menyerupai kaum Majusi. Lalu bagaimana jika memakai masker di masa Covid-19 saat sholat di masjid? Tentu saja hal itu diperbolehkan dan tidak merusak nilai sholat,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement