Senin 01 Jun 2020 07:41 WIB

Jawaban Buya Hamka tentang Sila Pertama Pancasila

Buya Hamka pernah mendapat pertanyaan tentang sila pertama Pancasila.

Jawaban Buya Hamka tentang Sila Pertama Pancasila. Foto: Buya Hamka
Jawaban Buya Hamka tentang Sila Pertama Pancasila. Foto: Buya Hamka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof Hamka (Buya Hamka) pernah mendapat pertanyaan dari seseorang tentang Pancasila. Yaitu, apakah dalam sila pertama Pancasila, 'Ketuhanan Yang Maha Esa', apakah Esa di sini dalam arti menurut ajaran (keyakinan) ajaran Islam, atau juga menuurut ajaran agama lainnya yang ada di Indonesia.

Mendapat pertanyaan itu, Buya Hamka menjawab bahwa Pancasila adalah dasar yang telah teguh dari Indonesia. Dia pun adalah sebagai pelaksanaan juga dari Piagam Jakarta, dan dalam Piagam Jakarta itu jelas persetujuan yang telah diperbuat wakil-wakil golongan Nasionalis, Islam, dan agama lain, untuk mendirikan Indonesia.

Baca Juga

Menurut Buya Hamka, "Ketuhanan Yang Maha Esa", dari segi mana pun dilihat adalah lebih dekat kepada pendirian kita umat Islam Indonesia, jika dibandingkan dengan golongan agama yang lain. Islam tidak mengakui adanya Tuhan selain Allah. Esa berarti Tunggal, atau Satu.

Dan Islamlah yang mengakui Kesatuan itu dengan mutlak. Dan, dirumuskan dengan ucapan, "Tidak ada TUhan selain Allah, yang berdiri sendiri-Nya, bagiNya seluruh kekuasaan dan bagiNya seluruh puji-pujian. Dia Yang menghidupkan dan Dia Yang mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas tiap sesuatu."

Dalam surat Al Ikhlas disebutkan, "Katakan:"Tuhan Allah itu Esa, TUhan Allah tempat berlindung, tidak Dia beranak dan tidak Dia diperanakkan, dan tidak ada suatu pun yang menyamai Dia."

Menurut Buya Hamka, asal kita Kaum Muslimin sadar akan pendirian Tauhid, dan sadar pula akan lebih banyaknya bilangan kita, dengan menjunjung tinggi Pancasila yang mempunyai dasar pertama dan utama, "Ketuhanan Yang Maha Esa", kitalah yang lebih banyak dapat bergerak luas memajukan agama kita dalam negara ini.

"Tetapi, kalau kita bermalas-malasan, berpecah-belah, maka Ketuhanan Yang Maha Esa akan tetap tertulis juga menjadi dasar negara, tetapi akan ditafsirkan oleh yang memperserikatkan Allah dengan yang lain menurut tafsirannya masing-masing," kata Buya Hamka.

Sumber: Hamka Menjawab Soal-Soal Islam / Pustaka Panji Mas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement