REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyayangkan sikap sejumlah kepala daerah yang mengizinkan digelarnya sholat Idul Fitri berjamaah. Sebab, kegiatan beribadah berjamaah ini berpotensi menjadi sarana penularan Covid-19.
"Kami dapatkan laporan dari beberapa daerah masih adanya masyarakat yang selenggarakan kegiatan ibadah. Mohon ini dipahami sebagai suatu hal yang bisa timbulkan risiko," jelas Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin (18/5).
Doni mengaku telah bertemu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan menyampaikan risiko yang bisa dihadapi ke depan apabila sholat id berjamaah benar-benar diadakan. Khususnya, daerah-daerah zona merah dengan peningkatan kasus positif Covid-19 yang signifikan.
"Kekhawatiran kita adalah ketika orang yang positif covid namun tidak diketahui gejalanya itu yang dapat munculkan penularan. Ketika pihak lain ini adalah orang kelompok rentan, maka risikonya sangat tinggi," ujar Doni.
Sejumlah daerah memang masih membuka ruang bagi masyarakat untuk menggelar shalat Ied berjamaah. Salah satunya adalah Provinsi Jawa Timur.
Padahal, Jawa Timur sendiri mengalami peningkatan jumlah kasus positif yang cukup tajam dalam beberapa pekan terakhir. Pemerintah mencatat, lonjakan kasus mingguan di Jawa Timur tercatat 70 persen. Pada Senin (18/5) ini saja, tercatat penambahan kasus positif sebanyak 144 orang.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono membenarkan pihaknya telah mengeluarkan surat edaran yang membolehkan masjid-masjid menggelar Sholat Idul Fitri. Surat edaran tersebut dikeluarkan setelah Pemprov Jatim kedatangan tokoh-tokoh agama yang memberi masukan terkait dibolehkannya Sholat Idul Fitri.
Heru menegaskan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi jika masjid-masjid ingin menggelar Sholat Idul Fitri. Di antaranya bacaan Khutbah dan surat-surat dalam sholat yang tidak boleh terlalu panjang. Heru menegaskan, syarat tersebut sudah sesuai saran dari MUI.
Selain itu, akan dilakukan pengaturan jarak yang harus lebih dari satu meter. Nantinya, kata dia, shaf sholat akan diatur zigzag, demi menghindari kontak fisik. Jamaah juga nantinya akan dilakukan pengukuran suhu tubuh, dan diwajibkan mengenakan masker.