REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Presiden Azad Jammu dan Kashmir Sardar Masood Khan mengatakan, terjadi gelombang pola pikir fasis yang memprihatinkan di India. Hal tersebut memicu dampak tergesernya populasi Muslim Kashmir.
Dilansir di Pakistan Observer, Kamis (14/5), menurut Masood gelombang pola pikir fasis yang merebak di India itu sangat berbahaya bagi kelangsungan kemanusiaan. Dia menambahkan bahwa pemerintah yang dipimpin BJP-RSS di India telah mengeluarkan satu halaman dari buku pedoman Nazi dengan memperkenalkan aturan seperti hukum Nuremberg.
Presiden membuat pernyataan tersebut selama pertemuan dengan Ketua Komite Tetap Senat untuk Urusan Kashmir dan Gilgit-Baltistan, Senator Profesor Sajid Mir yang memanggil Presiden di Rumah Kashmir.
Presiden AJK mengatakan bahwa ekstrimis Hindu di India mengklaim sebagai mayoritas dan telah mengambil langkah-langkah untuk memarginalkan populasi Muslim dengan memperkenalkan undang-undang kewarganegaraan yang akan mengarah pada pencabutan hak pilih mereka.
“Orang-orang fanatik ini meromantiskan kenang-kenangan subkontinen Hindu dari Akhand Bharat dari masa lampau," katanya.
Masood Khan mengatakan bahwa di Jammu dan Kashmir yang diduduki India, India telah memperkenalkan Aturan Domisili Baru dalam upaya mengubah demografi wilayah yang disengketakan secara permanen.
Adapun BJP-RSS yang dipimpin pemerintah pusat telah membesar-besarkan catatan bersejarah dengan mengklaim membangun kembali hampir 100 ribu kuil di IOJK yang mengarah pada penyelesaian umat Hindu dari seluruh India di IOJK.
Pria yang juga merupakan diplomat senior itu mengatakan bahwa pemerintah India melalui persekongkolan mengubah batas-batas daerah pemilihan di seluruh IOJK. Hal itu dilakukan secara curang untuk memberikan keuntungan yang tidak adil kepada para kandidat Hindu.
Meratapi kehadiran 900 ribu pasukan pendudukan India di IOJK, Presiden mengklaim bahwa di bawah penerapan karantina akibat pandemi Covid-19 saat ini, pasukan India telah mengintensifkan penindasan mereka terhadap Kashmir.
"Padahal mereka telah membunuh lebih dari 60 pemuda Kashmir sejak pemberlakuan karantina wilayah akibat Covid-19," katanya.
Mengacu pada klaim Kepala Polisi IOJK tentang peningkatan 350 "militan" ke 230 yang sudah hadir di IOJK, Presiden menolak klaim absurd dari landasan peluncuran di AJK yang digunakan untuk infiltrasi lintas-LoC. “Tidak ada infiltrasi yang terjadi,” tegasnya.
Profesor Sajid Mir mengatakan bahwa Komite Tetap Senat untuk Urusan Kashmir dan Gilgit-Baltistan akan dalam pertemuan rutinnya terus membahas masalah Kashmir dan situasi terkini di sana.
"Kita semua harus berusaha untuk menjaga Kashmir dalam agenda media global," ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa upaya bersama akan diambil untuk meremajakan fokus pada masalah Kashmir. Dalam jangka panjang, katanya, seluruh elemen harus berkonsentrasi pada peningkatan kekuatan diplomatik, politik dan ekonomi.