REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr KH Syamsul Yakin MA
Secara gramatika Arab, “takjil” adalah nomina yang berarti “segera”. Namun kaprah dalam bahasa kita identik dengan makanan. Khususnya semua kudapan untuk berbuka puasa seperti kolak, gorengan, lontong dan lain-lain. Kata ini ditransliterasi dari perintah Nabi SAW untuk menyegerakan berbuka puasa (takjil).
Nabi SAW bersabda, “Manusia senantiasa berada di dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Terlepas dari persoalan itu, berbagi takjil buka puasa di tengah bahaya Corona yang merusuh dunia berbuah pahala. Sebab, makan sahur sunah saja hukumnya sementara berbuka puasa itu wajib.
Terkait pahala berbagi takil buka puasa, Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang membukakan orang yang berpuasa, ia mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. Turmudzi). Jadi ada peluang beroleh pahala ganda, yakni pahala puasa sendiri dan membukakan orang berpuasa.
Berbuka dengan yang manis diinspirasi oleh sabda Nabi SAW. “Biasanya Rasulullah SAW berbuka dengan kurma muda sebelum shalat (Maghrib). Jika tidak ada, dengan kurma matang. Jika tidak ada, dengan meneguk beberapa teguk air.” (HR. Abu Daud). Di Indonesia yang manis tidak hanya korma tentunya. Kita bisa memilih berbagi takjil berbuka puasa.
Ketika kita berbagi takjil berbuka puasa, sejatinya kita tidak saja akan mendapatkan pahala ganda. Namun lebih dari itu kita juga berbagi rasa gembira dan suka cita. Nabi SAW bersabda, “Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Tuhannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini memberi kita sejumlah informasi. Pertama, orang yang berbuka puasa beroleh rasa gembira. Secara manusiawi, kita bergembira karena boleh menikmati makanan dan minuman yang enak dan lezat. Lebih dari itu, bagi orang yang berbagi takjil buka puasa, dia bukan hanya beroleh suka cita saat berbuka puasa, tapi membagi-bagikannya kepada orang lain.
Kedua, orang yang berbuka puasa beroleh suka cita karena ada harapan kelak di akhirat berjumpa dengan Allah SWT, Tuhan yang paling dicintai dan mencintainya. Allah SWT berfirman, “Wajah-wajah (orang-orang beriman) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. al-Qiyamah/75 :22-23).
Ketiga, hadits ini mengajak kita agar kita tidak hanya melulu berburu kebahagiaan badan seperti rasa kenyang secara fisikal. Namun lebih dari itu, pada etape kehidupan tertentu kita sudah harus mempersiapkan diri beribadah sebaiknya-baiknya untuk mereguk rasa kenyang secara spiritual. Caranya dengan memperbanyak ibadah sosial.
Berbagi takjil berbuka puasa merupakan salah satu ibadah sosial. Dalam ibadah puasa, kita tidak hanya diminta untuk menengadahkan tangan secara spiritual-vertikal ke langit, namun juga membentangkan tangan secara sosial-horisontal di bumi. Puasa mengajarkan orang agar bersedia lapar, agar ia bersedia berbagi.
Sebagai upaya pendidikan keluarga di tengah bahaya Corona yang melanda, kita bisa membuat rencana berbagi takjil berbuka puasa. Kita bisa mengajak isteri dan anak-anak kita membeli takjil di pinggir-pinggir jalan dan membagi-bagikannya menjelang berbuka puasa. Tak terbayangkan betapa indahnya bila ini kita lakukan.