Jumat 17 Apr 2020 21:21 WIB

Ketika Rasulullah Ditegur karena Lupa Ucapkan Insya Allah

Ayat Alquran ini turun sebagai teguran tentang pentingnya ucapan insya Allah

Rasulullah
Foto: Mgrol120
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ungkapan "insya Allah" mengandung makna yang dalam. Bahkan, faedah ucapan itu sudah ditegaskan dalam Alquran surah al-Kafhi ayat 23-24. Artinya, "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi', kecuali (dengan menyebut): 'Insya Allah.'"

Sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat tersebut berkenaan dengan kisah sebagai berikut.

Baca Juga

Suatu ketika, kaum Quraisy mengutus an-Nadlr bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu'ith. Keduanya ditugaskan untuk meminta saran dari seorang pendeta Yahudi di Yastrib.

Orang-orang Quraisy mengakui, kaum Yahudi lebih cerdas daripada mereka--kaum musyrikin--dalam soal pengetahuan tentang Kitab. Para pemuka Quraisy ingin, pengetahuan yang diberi pendeta Yahudi dapat mereka pakai untuk mendebat Rasulullah SAW.

Di Yastrib, pendeta Yahudi yang dimaksud menerima an-Nadlr dan Uqbah. Kepada keduanya, ia menyarankan, "Kalian hendaknya bertanya kepada Muhammad tentang tiga perkara. Jika Muhammad dapat menjawab tiga pertanyaan ini, maka sungguh ia adalah utusan Allah. Namun, jika tak dapat menjawabnya, ia hanyalah orang biasa yang mengaku-aku sebagai nabi."

"Apa itu?"

"Pertama, tanyakan tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka. Kedua, tanyakan tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyriq (timur) dan Maghrib (barat) dan apa yang terjadi atas dirinya. Ketiga, tanyakan kepadanya tentang roh."

Para utusan Quraisy itu pun pulang dengan perasaan lega. Sesampainya di Makkah, mereka melapor ke petinggi Quraisy. Tak butuh waktu lama, mereka lantas menemui Nabi Muhammad SAW di dekat Ka'bah.

Kepada beliau, mereka menanyakan ketiga persoalan, sebagaimana yang dipesankan si pendeta Yahudi.

Rasulullah SAW menjawab, "Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok."

Namun, waktu yang disebutkan itu telah lewat. Lima belas malam lamanya Rasulullah SAW menunggu-nunggu datangnya wahyu yang dapat menerangkan tentang tiga pertanyaan itu.

Rasul SAW terus menanti, tetapi Jibril tak kunjung datang. Maka, kaum musyrikin Makkah mulai mencemooh. Rasulullah sangat berduka dan malu karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy.

Akhirnya, datanglah Malaikat Jibril membawa wahyu. Yakni, surah al-Kafhi ayat 23-24. Isinya menegur Nabi SAW karena memastikan sesuatu pada esok hari tanpa mengucapkan "insya Allah."

Selanjutnya, Jibril menyampaikan wahyu yang dapat menjawab pertanyaan tentang pemuda-pemuda yang bepergian, yakni Ashabul Kahfi (QS 18:9-26); seorang pengembara, yakni Dzulqarnain (QS 18:83-101); dan perkara roh (QS 17:85).

Menurut pakar tafsir Alquran Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Kitab Jaami'ul Bayan kisah asbabun nuzul di atas mengandung hikmah, "Inilah pengajaran Allah kepada Rasulullah SAW agar jangan memastikan suatu perkara akan terjadi tanpa halangan apa pun, kecuali menghubungkannya dengan kehendak Allah SWT."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement