REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Muhlisin Ibnu Muhtarom, Pendidik di Darunnajah Cipining, Alumni Pascasarjana UIKA Bogor, Pernah ikuti Summer Course di Universitas Ummul Qura Makkah Al Mukarramah.
Ada beberapa macam persaudaraan di dunia: karena faktor keturunan (ukhuwwah nasabiyah), berdasarkan kelompok/organisasi/partai (ukhuwwah hizbiyah), berlandaskan nasionalisme (ukhuwwah wathaniyah), berasaskan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyah/basyariyah), dan berbasis keislaman dan keimanan (ukhuwwah islamiyah/ukhuwwah imaniyah). Persaudaraan yang terakhir disebut inilah yang akan kekal abadi hingga akherat nanti. (Q.S. Al Hujurat: 10, Q.S. Az Zukhruf: 67).
Sangat menarik dan menjadi sebuah kesyukuran serta kebanggaan bahwa Indonesia adalah Negara Muslim terbesar di dunia. Maka ketika kita berbuat kebaikan untuk negeri tercinta ini maka secara otomatis akan mempengaruhi juga citra baik muslim Indonesia dalam menjalankan Islam kepada warga dunia. Artinya tidak terlalu penting dikotomi antara satu ukhuwwah dengan lainnya. Di sisi lain hal ini menunjukkan betapa Syumuliyatul Islam (Komperehensifitas Islam) bukanlah teori dan utopia belaka.
Kini, pada saat Indonesia dilanda wabah Corona yang sudah menginfeksi ribuan orang dan menjadi asbab kematian ratusan saudara sebangsa maka sangat tepatlah bagi kita semua Warga Negara Indonesia untuk berkontribusi baik secara masal maupun pribadi, langsung maupun tidak langsung, terkait dengan penanganan Covid-19 secara teknis praktis maupun dampak turunannya dalam pelbagai aspek kehidupan secara sosial, ekonomi, keagamaan, politik bahkan kebudayaan serta peradaban.
Tulisan ini terinspirasi dari beragam kebaikan yang diinisiasi oleh beberapa sahabat baik di dunia maya maupun dunia nyata. Dengan harapan lebih banyak menginspirasi warga lainnya maka penulis berupaya merangkum dan mempublishnya sebagai bagian kecil ikut berkontribusi juga kepada Indonesia.
Dalam masa work from home (wfh) tiga pekan ini penulis telah berupaya ambil bagian dan andil sampaikan pencerahan kepada masyarakat via tulisan yang dipublish media massa online: Belajar Di Rumah: Pendidikan Itu Tanggunjawab Orang tua (Republika), Tuntutlah Ilmu Walau Tidak Saling Bertemu (Panji Masyarakat), Ujian Kedewasaan Beragama Kembali Menyapa Kita (Parahyang Post), Bagaimana Kita Menghadapi Corona, Logika Keimanan Dalam Menghadapi Corona, Rasulullah Pemimpin Hebat Yang Romantis (Koranmu). Juga telah menggubah lirik beberapa lagu anak-anak agar mereka tetap ceria dan waspada terhadap Corona: Corona (Pelangi), Di Sini Corona Di Sana Corona (Di Sini Senang Di Sana Senang), Awas Ada Corona (Balonku Ada Lima), Covid-19 (Topi Saya Bundar), Hati-Hati Ada Corona (Naik-Naik Ke Puncak Gunung) dan akan dilanjutkan dari lagu anak populer lainnya.
Belum lama ini ada salah-satu sahabat di facebook yang mengumumkan akan berbagi kuota data internet bagi para da'i, muballigh, santri dan atau ustadz pesantren, guru ngaji, pembimbing program Tahfidh Al Qur'an dan pengurus lembaga pendidikan Islam lainnya.
Menurut penulis, ide ini sangat brilian dan tepat sasaran serta sesuai kebutuhan dikarenakan salah-satu dampak Corona adalah kebijakan Belajar Di Rumah bagi santri/murid. Tentu kebutuhan guru dan murid terhadap paket internet untuk mengadakan Proses Belajar Mengajar (PBM) daring atau online meningkat pesat. Penyampaian Kajian dan setoran Hafalan Al Qur'an via video call juga menghajatkan pulsa.
Terlebih lagi, memberi bantuan pulsa ditengah maraknya penipuan dan ketidakpercayaan antar netizen gegara ramainya #MamaMintaPulsa dan sebagainya adalah sebuah wasilah membangun budaya give, give and give. Program Shodaqah Pulsa ini sudah diterima oleh 50 orang dan akan diadakan kembali oleh sahabat mulia tersebut.
Terkait pembelajaran online ini, seorang sahabat penulis yang juga berkhidmah di Pondok Pesantren di Cigudeg Bogor Barat juga berkontribusi dengan membuat Panduan PBM Online bagi Guru dan Murid via Google Classroom, Google Meet, Google Form dan sejenisnya serta menyebarkannya secara gratis di berbagai grup media sosial agar lebih banyak dan meluas manfaatnya. Meskipun sekarang kita sudah memasuki era 4.0 dan cukup banyak seminar maupun workshop tentangnya, namun harus diakui faktanya tidak sedikit guru-guru yang masih gagap teknologi alias gaptek, terlebih sebagian santri/murid yang berada di wilayah pedesaan atau pinggiran di mana signal internet saja masih menjadi barang asing, langka dan atau susah didapatkan.
Kontribusi lainnya yang penulis lihat adalah seorang ibu rumah tangga menggantungkan mie instant ke pagar depan rumahnya yang boleh diambil oleh sesiapa saja yang lewat di sana. Cukup banyak ikatan yang tergantung dan setiap ikatan berisi 4 sampai 5 buah. Dia juga berpesan berikutnya akan membagi beras dengan cara yang sama.
Bantuan sembako dalam kondisi kebanyakan warga di rumah saja dan sebagiannya tidak lagi mendapatkan penghasilan karena tidak bisa bekerja tentu merupakan ide cerdas dan pantas. Tidak sedikit juga yang berbagi bingkisan paket sembako cukup lengkap berisi beras, minyak goreng, gula pasir, telur, mie instant dikirim lewat jasa pengiriman cepat/paket.
Ada juga yang membagikan masker, hand satinizer dan penyemprotan disinfektan kepada warga muslim yang tetap pergi Sholat Berjamaah dan Sholat Jum'at di Masjid di wilayah green zone. Pembagian tersebut juga terjadi kepada mereka yang masih harus keluar rumah mencari nafkah seperti pengemudi Ojek Online (Ojol), pedagang toko/warung sembako, petugas pengatur lalu lintas dan tentunya kepada para dokter dan tenaga medis kesehatan.
Semangat berbagi kebaikan dalam suasana kesulitan seperti sekarang ini termasuk yang dimaksud dengan shadaqah terbaik karena memerlukan perjuangan dan kondisi harta yang tidak longgar ( جُهْدُ المُقِلِّ). Juga aplikasi mendahulukan orang lain yang lebih membutuhkan (إِيْثَار) meskipun sebenarnya keadaan pemberi shadaqah juga sedang pailit. (Q.S. Al Hasyr: 9).
Bahkan Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk tetap berbuat kebaikan dengan segala potensi yang ada meskipun Kiamat sudah di depan mata, sebagaimana yang disabdakan beliau:
إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
Artinya: “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Bukhari&Ahmad)
Semakna dengan sabda Nabi di atas, dalam al-Jami’ al-Kabir karya al-Suyuthi, anjuran tersebut juga dijelaskan oleh Al Faruq Umar bin Khathab kepada seseorang tua renta dalam riwayat:
عن عمارة بن خزيمة بن ثابت قال : سمعت عمر بن الخطاب يقول لأبي : ما يمنعك أن تغرس أرضك ؟ فقال له أبي : أنا شيخ كبير أموت غدا ، فقال له عمر : أعزم عليك لتغرسها. فلقد رأيت عمر بن الخطاب يغرسها بيده مع أبي
Dari Amarah bin Khuzaimah berkata, “Aku mendengar Umar bin Khathab berkata kepada ayahku. “Apa yang menghalangimu untuk menanami lahanmu?” Bapakku berkata, “Aku tua renta yang akan mati besok.” Umar berkata, “Ku yakinkan Kau harus menanamnya.” Maka sungguh saya telah menyaksikan Umar bin Khattab menanamnya dengan tangannya bersama ayahku.
Riwayat tersebut juga disebutkan dalam kitab al-Silsilah al-Shahihah karya Nashiruddin al-Albani. Berdasarkan hadis tersebut serta riwayat dari Umar bin Khattab, menunjukkan Islam sangat menganjurkan berbuat kebaikan tanpa harus terhalang oleh pertanyaan Siapa, Kapan, Dimana dan Bagaimana terutama tentunya dalam Mu'amalah (ibadah ghairu Mahdhah).
Dalam pelajaran Muthola'ah yang sering dibaca para santri di pesantren dikisahkan ada seorang Kisra (Kaisar, Raja) yang terheran-heran manakala melihat seorang petani tua renta justru menanam Pohon Zaitun yang kemungkinan besar ia tidak akan memanen dan menikmati buahnya karena sudah dekat ajalnya. Ketika hal tersebut dikonfirmasi, jawabannya sungguh bijak, inspiratif dan visioner:
قَدْ غَرَسَ مَنْ قَبْلَنَا فَأَكَلْنَا فَنَغْرِسُ نَحْنُ اليَوْمَ لِيَأْكَلَ مَنْ بَعْدَنَا
Orang-orang sebelum kita telah menanam sehingga kita bisa memakannya maka kita harus menanam sekarang agar generasi mendatang bisa menikmatinya.
Siapapun kita, saatnya berkontribusi untuk Indonesia. Bukan berapa tetapi apa yang bisa kita sumbangsihkan kepada bangsa, negara dan agama. Semoga!.
*Pendidik di Darunnajah Cipining, Alumni Pascasarjana UIKA Bogor, Pernah ikuti Summer Course di Universitas Ummul Qura Makkah Al Mukarramah.