REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.
Beberapa waktu lalu India diguncang kekerasan antar umat beragama. Kala itu tiba-tiba sekelompok penganut agama Hindu menyerang komunitas Muslim. Kerusuhan ini sangat mengguncang. Umat Islam di berbagai belahan dunia mengutuk kekerasan itu. Di Indonesia misalnya dalam beberapa kali setelah shalat Jumat ratusan masa melakukan demontrasi di depan Kedubes India yang berada di bilangan Kuningan, Jakarta.
Bagi India sebenarnya kekerasan atau amuk berlatar belakang agama bukan hal baru. Dalam sejarahnya sudah berulangkali terjadi. Bahkan berdirinya negara Pakistan sebagai pecahan India merupakan imas dari konflik kekerasan antaragama -- yakni Hindu dan Muslim -- menjadi biangnya.
Berikutnya pada 20 Februari 2020 lalu ada tulisan soal kekeran tersebut di ‘The New York Times’. Tulisan ini karya bersama Jeffrey Gettleman, Suhasini Raj, Sameer Yasir. Khusus untuk Jeffrey dia merupakan salah satu peraih Penghargaan Pulitzer di tahun 212. Tulisan itu menyinggung bahwa kerusuhan di picu oleh adanya provokasi ‘politisi gagal’ India, Kaphil Misra. Lengkapnya tulisan berjudul 'The Rootof the Delhi Riot: A Fiery Speech and an Ultamitum' tersebut seperti ini:
NEW DELHI -- Bagi banyak orang di lingkungan Delhi timur di mana guncangan kekerasan agama meletus minggu ini, semuanya dimulai dengan satu orang.
Kapil Mishra, politisi lokal dengan partai nasionalis Hindu terkemuka India. Dia baru saja kalah dalam pemilihan. Akibat kekeran tersebut di daerah itu, yang sekarang terasa seperti zona perang. Namun ternyata masih terdengar pula bia mengatakan ia telah mencari cara untuk bangkit kembali.
Mishra berusia 39 tahun. Selama ini dia dikenal karena pandangannya yang blak-blakan dan politik yang fleksibel. Sebagai seorang Hindu kasta atas dari keluarga politik, ia telah bekerja untuk Amnesty International dan Greenpeace, dan sempat naik pangkat di salah satu organisasi politik yang paling progresif di India. Tetapi beberapa tahun yang lalu ia mengalihkan kesetiaan ke Partai Bharatiya Janata, partai pemerintahan India saat ini, yang memiliki akar yang kuat dalam ideologi supremasi Hindu.
Pada hari Minggu (sebelum tulisan ini dibuat, red), Mishra muncul pada rapat umum melawan sekelompok pengunjuk rasa yang kebanyakan dari mereka merupakan kaum perempuan. Unjuk rasa itu untuk menentang undang-undang kewarganegaraan baru India yang secara luas dilihat sebagai diskriminatif terhadap Muslim. Di sana ia melampiaskan kemarahannya dalam pidato berapi-api. Dalam pidato itu ia mengeluarkan ultimatum kepada polisi: agar segera membersihkan para demonstran, yang menghalangi jalan utama, atau dia dan para pengikutnya akan melakukannya sendiri.
Dalam beberapa jam, kekerasan Hindu-Muslim terburuk di India dalam beberapa tahun ini meledak. Geng-geng Hindu dan Muslim saling bertarung dengan pedang dan kelelawang. Toko-toko terbakar, bongkahan batu bata melayang di udara, dan gerombolan massa memukuli orang-orang yang tak berdaya.