REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Salah satu pekerjaan rumah (PR) umat Islam yang sampai hari ini belum tergarap, adalah dunia usaha. Terbukti, yang menguasi keuangan dan perekonomian Indonesia adalah orang-orang non-Muslim.
Demikian ungkap ustadz Abdurrahman SE, pembina Hidayatullah Jawa Timur, dalam acara Musyawarah Wilayah (Musywil) VII Pemuda Hidayatullah, Malang, Sabtu (14/3). Musywil tersebut digelar 13-15 Maret 2020.
"Di lain pihak, kaum Muslimin hidup miskin. Susah. Termarginalkan di negeri sendiri," tambahnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Hal ini, kata dia, menyebabkan kaum Muslimin tidak memiliki daya tawar. Tidak bisa menentukan arah kebijakan. “Dan keadaan inilah yang terus membuat kaum Muslimin terperosok,” ujarnya.
Padahal, sambungnya, kaum Muslimin menyembah Tuhan, Allah yang memiliki nama al-Ghani, yang artinya Dzat Yang Mahakaya.
"Jadi aneh. Tuhan yang disembah Mahakaya. Tapi yang menyembah hidup miskin," katanya.
Agar kondisi ini tidak terus belanjut, gugah Ketua Umum Hidayatullah 2000-2005, pemuda harus ambil peran. Sebab, pemudalah yang sejatinya paling memungkin untuk melakukan itu semua.
Hal itu mengingat, betapa luar biasanya potensi yang melikat pada sosok pemuda. Mulai dari tenaga, idealisme, dan semangat dalam berjuang.
"Dalam sejarah Islam, para pemudalah saudagar kaya itu. Seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan," terangnya.
"Untuk itu," himbau anggota Dewan Pertimbangan Pimpinan Umum (DPPU) ini, "para pemuda, jadilah enterpreneur muda Muslim yang taat. Yang dengan hartanya, ia akan berjuang membela agama Allah. Dan itulah perniagaan yang paling menguntungkan," tutupnya.