REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Prof Noorhaidi Hasan menyampaikan anak-anak muda paling rawan terpapar radikalisme dan terorisme. Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah ke-48 bertema 'Ekstremisme Sosial-Keagamaan dan Perdamaian Semesta' di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka pada Sabtu (14/3).
"Anak-anak muda berusia antara 15 dan 29 tahun merupakan sektor sosial paling rawan terpapar radikalisme dan terorisme," kata Prof Noorhaidi saat Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah ke-48, Sabtu (14/3).
Ia menjelaskan, kaum muda biasanya menjadi tulang punggung organisasi-organisasi radikal dalam menggelar aksi-aksi kekerasan. Sebagian terlibat dalam aksi-aksi jihad di kawasan yang dilanda konflik komunal dan menjadi mastermind serta pelaku utama aksi-aksi pengeboman seperti di Bali, Jakarta, Solo, Surabaya dan kota-kota lainnya.
Berdasarkan catatannya, ada ratusan anak muda Indonesia bergabung ISIS. Dia juga menyampaikan bahwa keterlibatan kaum muda dalam radikalisme dan terorisme tidak bisa dilepaskan dari tingginya angka pengangguran, ketiadaan kesempatan, tidak berfungsinya struktur keluarga dan eksklusi sosial.
"Sementara anak-anak muda memiliki watak 'rebellious' mereka sangat terbebani dengan ketidakpastian ekonomi dan kerap merupakan korban kekerasan, ketidakstabilan politik dan terorisme itu sendiri," ujarnya.
Menurutnya, radikalisme dan terorisme bisa dianggap pelarian kekanak-kanakan kaum muda atas kekecewaan-kekecewaan mereka terhadap situasi yang dihadapi. Dia juga menyampaikan data, pada akhir 1990-an kaum muda semakin sulit mendapatkan pekerjaan. Mereka menempati 72,5 persen dari total pengangguran dan 600 ribu lulusan universitas tidak bisa mendapatkan pekerjaan.
Pada awal 2000-an, lebih dari 60 persen anak muda berusia antara 15 dan 19 tahun yang siap kerja belum mendapatkan pekerjaan. Di saat ekonomi mengalami peningkatan pada paruh kedua 2000-an dan setelahnya, 2 juta sampai 3 juta orang masuk ke dalam daftar pencari kerja baru setiap tahun. "Sehingga angka pengangguran tetap tinggi," jelasnya.
Tapi, Prof. Noorhaidi mengungkapkan, sekarang pengaruh radikalisme dan terorisme terus menurun. Pada tahun 2017 meneliti kalangan kaum muda, anak muda yang radikal semakin sedikit. Artinya tingkat bahayanya sudah menurun.
Dia menyampaikan bahwa bersama timnya tahun 2018 dan 2019 melakukan penelitian lagi di 15 kota. Ditemukan 71,56 persen ulama menerima negara dan bangsa. Tapi ada 16 persen ulama yang menolak negara dan bangsa, namun hanya 2 persen yang radikal dan 2,46 persen yang ekstremis.