REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sukuk Wakaf atau Waqf Linked Sukuk (WLS) perdana telah diterbitkan. Meski saat ini, instrumen tersebut diperuntukkan bagi muwakif atau donatur institusi, namun ke depannya akan lebih menjangkau muwakif ritel.
Menanggapi itu, karyawan salah satu perusahaan Jepang di Jakarta Nena Ardila mengaku tertarik menempatkan dananya di WLS. Hanya saja menurutnya, perlu dipertimbangkan secara mendalam.
"Harus dipastiin berapa lama pengembaliannya, biasanya dua tahun ya? Tapi di konsisi seperti ini was-was sih mau menempatkan dana di mana saja, mending wait and see," ujar perempuan yang aktif berinvestasi di reksadana syariah ini saat ditemui Republika pada Jumat, (13/3).
Berbeda dengan Nena, Karyawan salah satu perusahaan asuransi Andri Yanto mengaku tidak tertarik berinvestasi lewat WLS. "Meskipun kasih imbal hasil yang pasti seperti bunga deposito, tapi hasil pengembangannya lebih sedikit dibanding instrumen investasi saham," jelas dia kepada Republika pada Jumat, (13/3).
Baginya, saat ini merupakan momen tepat untuk membeli saham-saham yang berfundamental bagus. Di antaranya saham perbankan.
"Aku sendiri sekarang milih investasi nabung reksadana. Sebelumnya aku main saham, tapi sudah aku jual sejak Mei kemarin," ujar Andri.
Perlu diketahui, WLS merupakan salah satu bentuk investasi sosial di Indonesia. Instrumen tersebut berbentuk wakaf uang yang dikumpulkan oleh Badan Wakaf Indonesia selaku Nazhir melalui BNI Syariah sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) akan dikelola dan ditempatkan pada instrumen Sukuk Negara atau SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).