REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah adalah orang yang giat bekerja dan pantang berpangku tangan. Sejak muda, ia dikenal sebagai saudagar yang ulet dan jujur.
Sayangnya, kini banyak orang lebih suka mengemis daripada bekerja. Kesukaan meminta-minta ini merajalela di negeri kita. Tanpa sadar mereka telah mengingkari nikmat Allah yang dianugerahkan kepada mereka, baik berupa badan yang kuat, akal dan kecerdasan, maupun kemampuan berproduksi.
Padahal, Rasulullah sangat tegas dalam soal ini. "Tangan yang di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan yang ada di bawah (peminta-minta)." Demikian sabdanya seperti dituturkan banyak perawi hadis.
Menurut al-Khauli dalam al-Adab an-Nabawi, jika si pengemis itu sebenarnya mampu mencari nafkah tetapi dia lebih memilih untuk menjadi pengemis, dia telah kafir terhadap nikmat Allah. Disebut demikian karena dia tidak mau mensyukuri nikmat anggota tubuh yang dikaruniakan Allah. Kalau dia bersyukur, seharusnya dia memanfaatkan anggota tubuhnya.
Orang-orang yang berjualan sayuran yang murah harganya, yang mereka panen dari ladang, lalu mereka pikul, mereka itu lebih mulia daripada orang-orang yang lalu-lalang di jalanan, siang malam, mengemis kepada manusia, padahal mayoritas mereka sebenarnya mampu bekerja mencari nafkah dengan baik.
Rasulullah SAW bersabda, "Bahwasanya salah seorang di antara kalian mengambil talinya, lalu dia datang dengan membawa seikat kayu bakar, lalu dia menjualnya sehingga Allah memberinya kecukupan dengan itu adalah lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka mau memberinya maupun tidak." (HR Bukhari).
Dalam hadis tersebut, Rasulullah mengajak umatnya untuk mencari nafkah yang halal dengan cara yang baik, tidak meminta-minta. Mengapa? Karena mengemis adalah perbuatan yang rendah lagi hina. Pekerjaan yang kasar dan rendah dalam pandangan kebanyakan manusia, misalnya mencari kayu bakar di hutan lalu menjualnya, lebih baik menurut Rasulullah SAW daripada meminta-minta.