Selasa 10 Mar 2020 23:14 WIB

Mengenal Zakiah Daradjat, Pelopor Psikolog Islam (1)

Zakiah Daradjat disebut sebagai pelopor psikolog Islam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Prof Zakiah Daradjat(wordpress.com)
Foto: wordpress.com
Prof Zakiah Daradjat(wordpress.com)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kaum perempuan juga banyak yang memiliki kontribusi besar dalam membangun bangsa ini. Salah satu tokoh perempuan yang berkontribusi adalah Zakiah Daradjat. Dia merupakan pendakwah berkualifikasi ulama dan juga seorang ahli psikologi agama.

Cendekiawan muslim Komaruddin Hidayat bahkan menyebut Zakia sebagai pelopor psikologi Islam di Indonesia. Hal senada juga pernah disampaikan tokoh, KH. Amidhan.

“Bu Zakiah itu tokoh dan pelopor psikologi Islam,” kata Kiai Amidhan saat Zakiah wafat pada 2013 silam.

Zakiah juga dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam di Indonesia. Dia merupakan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga pernah menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia. Saat menjadi dosen, dia telah membuka layanan konsultasi psikologi untuk membantu masyarakat.

Zakiah Daradjat lahir pada 6 November 1929 di Bukittinggi, Sumatera Utara. Lahir dari lingkungan keluarga yang taat beragama, Zakiah merupakan anak tertua dari 11 bersaudara. Ayahnya, Haji Daradjat Husain aktif dalam organisasi Muhammadiyah, sedangkan ibunya Rafiah adalah anggota Sarekat Islam.

Sejak kecil Zakiah telah ditempa dengan pendidikan agama yang kuat dan dia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnya. Pada usia tujuh tahun, Zakiah baru mulai memasuki sekolah. Dia menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Muhammadiyah, dan sorenya belajar dasar-dasar agama di Madrasah Diniyah.

Bakatnya sebagai pendakwah sudah terlihat sejak di bangku kelas 4 SD. Saat itu, untuk pertama kalinya Zakiah berpidato di hadapan para guru dan murid dalam acara perpisahan sekolah.

Setelah lulus dari sekolah dasar, Zakiah melanjutkan pendidikannya ke salah satu SMP di Padang Panjang sembari belajar ilmu agama di ke Kulliyat Muballighat, kursus calon muballigh. Kemudian meneruskan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bukittinggi.

Saat itu sangat jarang kaum perempuan yang melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Namun, setelah tamat SMA pada 1951, Zakiah terus melanjutkan studinya ke Fakuktas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Yogyakarta yang sekarang sudah berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Berkat kecerdasannya, lima tahun kemudian Zakiyah mendapatkan beasiswa di program S2 Fakultas Pendidikan Universitas Ein Shams Kairo Mesir. Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya meraih gelar magister pada tahun 1959.

Saat itu, dia sudah sering melakukan praktik di klinik kejiwaan di almamaternya. Sambil lalu, Zakiya berjuang untuk menyelesaikan program S3 di Universitas yang sama. Akhirnya, dia pun mampu meraih gelar doktor pada 1964 dalam bidang psikologi.

Setelah bertahun-tahun mencari ilmu di luar negeri, Zakiyah akhirnya pulang ke Indonesia untuk mengamalkan ilmunya dan bekerja di Kementerian Agama RI. Menteri Agama, Saifuddin Zuhri saat itu menyarankan Zakiah untuk membuka klinik konsultasi di Kementerian Agama.

Sejak saat itu lah Zakiah aktif berdakwah dan menasihati orang-orang. Namun, dia kemudian membuka konsultasi kejiwaan pribadi untuk mendengarkan berbagai persoalan hidup kliennya.

Namun, berbeda dengan psikolog pada umumnya, dalam praktiknya Zakiyah menggunakan pendekatan agama Islam untuk memecahkan persoalan yang dihadapi kliennya, yang kebanyakan kaum perempuan.

Zakiah merupakan ulama perempuan pertama yang menjadi Ketua MUI. Dia juga pernah menjadi Direktur Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, menjadi Dewan Riset Nasional, dan pernah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Bahkan, dia juga pernah diberikan amanah sebagai Ketua Perhimpunan Perempuan Alumni Timur Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement