REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Kiai Jeje wabah penyakit menular berbahaya seperti corona yang mengancam keselamatan jiwa masyarakat secara luas termasuk situasi darurat. Kondisi darurat menyebabkan kerukhshohan atau dispensasi dan pengecualiaan pengecualiaan hukum dari kondisi normalnya. Sebab menurut Kiai Jeje hukum Islam mengandung aspek maqashid atau tujuan esensial dari suatu ketetapan hukum, yaitu tercapainya kemaslahatan atau kebaikan bagi kehidupan umat manusia.
Kemaslahatan itu kata Kiai Jeje melalui dua pendekatan, yaitu jalbul manafi' atau meraih atau mewujudkan segala yang baik dan manfaat bagi hidup manusia, dan daf'ul mafasid atau menolak segala kerusakan dan keburukan.
Maka menurutnya ketika merajalela keburukan penyakit yang mengancam jiwa manusia, menjadi boleh menghentikan suatu ibadah yang sunnah atau menangguhkan suatu kewajiban. Seperti keputusan pemerintah Saudi yang menghentikan sementara pelayanan visa bagi umat muslim yang hendak melaksanakan umrah dari negara negara yang terjangkit virus corona demi melindungi keselamatan umat yang lebih luas.
Lebih lanjut kiai Jeje mengatakan melindungi keselamatan jiwa manusia merupakan salah satu tujuan primer dari hukum syariat Islam. Maka dimana ada keterancaman keselamatan jiwa manusia, kamaslahatan di bidang yang lain harus diabaikan jika bertentangan dengan keselamatan jiwa, seperti kemaslahatan dan keuntungan materi, keutamaan-keutamaan ibadah sunnah, sampai pada kebolehan melanggar yang diharamkan. Kiai Jeje mencontohkan orang yang terancam keselamatan jiwanya karena kelaparan dibolehkan makan makanan yang diharamkan sebagai upaya darurat menjaga kelangsungan hidupnya.
"Dengan demikian, bagi orang yang terduga apalagi sudah divonis terkena virus yang membahayakan seperti Corona, maka ia wajib menahan diri dari bepergian agar tidak menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Bahkan meskipun itu bepergian untuk haji dan umrah. Selain untuk bepergian menjalani pengobatan dan perawatan," katanya.