Rabu 04 Mar 2020 11:45 WIB

Jurnal Maarif Edisi Ke-34 Diluncurkan

Jurnal Maarif kembali diluncurkan

Jurnal Maarif edisi ke 24
Foto: istimewa
Jurnal Maarif edisi ke 24

REPUBLIKA.CO.ID,vJAKARTA – Maarif Institute (03 Maret 2020) menyelenggarakan diskusi dan peluncuran jurnal Maarif edisi ke-34 No 2 Desember 2019 dengan tema “Memperkuat Kembali Moderatisme Muhammadiyah : Konsepsi, Interpretasi, Strategi, dan Aksi”. Acara yang berlokasi di aula kampus Uhamka ini menghadirkan Prof Dr Azyumardi Azra (guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), Ahmad Najib Burhani PhD (peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dan Dr Zamah Sari (Wakil Rektor II Uhamka). Acara ini dimoderatori oleh Pipit Aidul Fitriyana (Manager Program Riset Maarif Institute).

Dalam sambutannya, Abd Rohim Ghazali selaku Direktur Eksekutif Ma’arif Institute mengatakan bahwa isu tentang moderatisme Islam menjadi tren belakangan ini, terutama di tengah maraknya radikalisme yang bisa membahayakan kedaulatan nasional, kepentingan ekonomi nasional, nilai-nilai budaya, dan identitas nasional.

"Saya meyakini bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi moderat tidak sehaluan dan tidak memberi ruang bagi adanya ideologi, pemikiran, sikap, dan pandangan yang ingin mewujudkan bentuk dan ideologi lainnya yang bertentangan dengan pandangan Negara Pancasila Darul l-Ahd Wa al-Syahadah," ungkap Rohim.

Sementara itu, Prof Azra, memaparkan bahwa banyak kalangan, baik di dalam maupun luar negeri, mencemaskan masa depan Islam Indonesia wasathiyah. Sementara mereka yang menganut paham dan praksis Islam transnasional terlihat sangat aktif, dalam pada itu ormas-ormas Islam pemegang Islam wasathiyah tampak pasif. Hanya sekali-kali mereka bersuara tegas dan jelas menolak paham dan praksis Islam transnasional.

“Ormas-ormas Islam yang memegangi jati diri wasathiyah seperti NU, Muhammadiyah, dan banyak lagi ormas berpaham sama di seantero Indonesia jelas memiliki peran krusial dalam menjaga keutuhan negara-bangsa Indonesia. Karena itu, ormas-ormas ini perlu senantiasa memperkuat jati diri Islam wasathiyah Indonesia”, katanya menegaskan.

Najib Burhani, peneliti LIPI, berpendapat, bila melihat beberapa fenomena belakangan ini seperti berbagai aksi intoleransi terhadap minoritas, mudahnya mem-bully secara berjamaah kepada mereka yang berpandangan berbeda, dan terjadi konflik keagamaan hanya karena persoalan sepele, ada kekhawatiran bahwa Islam moderat di Indonesia sudah goyah.

“Tindakan intoleransi, diskriminasi, dan bigotri memang bukanlah masuk kategori terorisme. Namun, itu bisa menjadi awal dari perilaku yang bisa berujung pada terorisme,” kata tokoh Muhammadiyah yang juga peneliti senior di LIPI ini.

Pembicara berikutnya, Zamah Sari, mengingatkan bahwa salah satu karakter moderasi Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Ia berharap visi itu tidak hanya berhenti dalam ucapan dan jargon semata, tetapi menjadi laku tindakan nyata. Visi ini dalam konteks keindonesiaan adalah menjadi pengawal Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement