Senin 02 Mar 2020 11:42 WIB

Hikmah dari Keteguhan Bilal bin Rabah (2)

Bilal bin Rabah menyerukan kalimat ahad.

Hikmah dari Keteguhan Bilal bin Rabah. Foto: Adegan penyiksaan Bilal bin Rabah oleh majikannya karena ketauan masuk Islam saat pagelaran drama Sunda religi Kasidah Cinta Bilal Sang Muadzin karya Rosyid E Abby oleh Taeater Senapati, di GK Rumentang Siang, Kota Bandung, Jumat (17/5).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Hikmah dari Keteguhan Bilal bin Rabah. Foto: Adegan penyiksaan Bilal bin Rabah oleh majikannya karena ketauan masuk Islam saat pagelaran drama Sunda religi Kasidah Cinta Bilal Sang Muadzin karya Rosyid E Abby oleh Taeater Senapati, di GK Rumentang Siang, Kota Bandung, Jumat (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi menjelaskan, dalam cinta dunia yang palsu pun, kita melihat seseorang yang mencintai seseorang tentu akan merasa nikmat bila menyebut nama orang yang dicintainya. Kadang kala, tanpa tujuan yang jelas namanya akan disebut-sebut.  Lalu, bagaimana dengan cinta kepada Allah SWT yang mendatangkan kesuksesan dan akhirat?

Karena cintanya kepada Allah SWT inilah Bilal RA didera dengan segala siksaan. Ia diserahkan kepada anak-anak Makkah untuk diarak dilorong-lorong. Akan tetapi, dari bibirnya selali terucap, "Ahad! Ahad!"

Baca Juga

Dengan pengorbanannya itu, dia mendapat kehormatan sebagai muadzin Baginda Nabi SAW, baik ketika tinggal di Madinah maupun dalam perjalanan. Setelah Baginda Nabi SAW wafat, dia tinggal di Madinah untuk beberapa lama.

Akan tetapi, karena melihat Bagina Nabi SAW sudah tidak ada di tempat, sulit baginya untuk terus tinggal di Madinah Thayyibah. Oleh karena itu, ia berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk berjihad (di Syam). Dia pun berangkat berjihad dan beberapa lama tidak kembali ke Madinah.

 

Suatu ketika ia bermimpi berjumpa dengan Baginda Nabi SAW. Beliau bersabda, "Wahai Bilal, masihkah kamu setia kepadaku? Mengapa kamu tidak pernah menziarahiku?" Begitu bangun, ia segera pergi ke Madinah. Setibanya di sana, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain RA memintanya untuk mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan kedua orang yang sangat dicintainya itu.

Dia pun memulai adzan. Tatkala suara adzan  seperti pada masa hidup Baginda Rasulullah SAW sampai di telinga penduduk Madinah,  Madinah pun gempar. Para wanita pun menangis dan keluar dari rumah-rumah mereka. Setelah tinggal beberapa hari di Madinah, ia pun kembali (ke Syam). Menjelang 20 tahun Hijiriyah, dia wafat di Damaskus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement