Sabtu 29 Feb 2020 06:22 WIB

Membaca Momentum Geliat Syariah Umat di Indonesia

Pertumbuhan minat umat terhadap syariah memacu efek yang dahsyat.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Membaca Momentum Geliat Syariah Umat di Indonesia. Foto: Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: Islamitijara.com
Membaca Momentum Geliat Syariah Umat di Indonesia. Foto: Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jika dibandingkan pada dua dekade lalu, konsep syariah di Indonesia tak terlalu menggeliat seperti sekarang ini. Tanpa perlu melihat data keras saja misalnya, setidaknya geliat syariah saat ini memang nampak begitu jelas menggeliat.

Bagi umat Muslim, konsep syariah merupakan tuntunan agama. Tak tanggung-tanggung, konsep syariah ini secara langsung di-mention Allah dalam Alquran tepatnya pada Surah Al-Ahzab ayat 36. Ayat tersebut berisi tentang ketetapan Allah dan RasulNya tentang diterimanya orang yang menjalankan hidup dengan sistem syariah.

Baca Juga

Pelan tapi pasti, konsep syariah ini ditemui di berbagai lini hidup umat di Indonesia. Yang paling sederhana saja misalnya, dalam satu dekade terakhir saja terdapat pertumbuhan industri fashion hijab yang kian bertumbuh. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), hingga September 2019 fashion Muslim berkontribusi terhadap ekspor produk fashion sebesar 9,2 miliar dolar AS.

Jumlah tersebut merupakan 9,8 persen dari total ekspor industri pengolahan yang ada di Tanah Air. Itu baru dari sektor fashion Muslim saja, belum di bidang kuliner, produk makanan dan minuman (mamin), perbankan, hingga kesehatan syariah.

“Tentu saja di masa depan, kami optimistis aspek syariah ini terus bertumbuh. Sektor kesehatan syariah pun begitu,” kata Ketua Umum Majelis Upaya Kesehatan Islam seluruh Indonesia (Mukisi), Masyhudi, saat ditemui Republika, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (28/2).

Tumbuhnya aspek syariah bukan tanpa efek dan kontribusi terhadap negara dan umat. Tak sedikit saat ini umat Islam di Indonesia yang gemar melakukan kajian dan mengaji baik secara daring maupun laring.

Pertumbuhan minat umat terhadap agama dan syariah ini memacu efek yang dahsyat. Sejumlah perusahaan rintisan (start up) di bidang pendidikan, kesehatan, dan juga dakwah keislaman tumbuh bersemi. Lapangan kerja terbuka, ekonomi umat bergerak, hingga membuka mata publik mengenai pentingnya derajat profesi guru ngaji.

Pada hal terakhir tadi, siapa yang sangka hal itu nyatanya kerap dijadikan isu nasional yang strategis? Lembaga-lembaga filantropi—pun kian bermunculan—namun seluruhnya masih hidup dan kian menunjukkan taji serta kontribusi pelayanan kepada umat.

Bertumbuhnya geliat umat terhadap syariah ini pun harus dijaga dengan baik. Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengingatkan, momentum serta geliat umat terhadap agama dan konsep syariah ini harus dijaga dengan baik oleh seluruh elemen.

Dia pun meminta kepada seluruh pihak, termasuk pejabat publik, untuk berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan yang sekiranya dapat menyinggung umat. “Umatnya sudah baik mau dengar-dengar pengajian dan pekerjaan rumah di Indonesia ini banyak sekali, maka kita perlu manfaatkan energi kita ke hal-hal yang baik. Ini momentum kita,” ujarnya.

Konsep syariah, sebagaimana yang dipercaya banyak pihak, juga tak menutup diri terhadap umat Muslim saja. Meski, syariah secara prinsip bagi umat Muslim adalah way of life, namun tak sedikit umat non-Muslim yang mengakui keunggulan serta manfaat syariah ini dalam kehidupan sehari-hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement