REPUBLIKA.CO.ID, NEWDELHI – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan memantau konflik mematikan antara kelompok Hindu dengan Muslim di New Delhi.
Hingga saat ini, 13 orang dilaporkan meninggal dunia dan satu Masjid terbakar selama unjuk rasa protes aturan kewarganegaraan India.
"Kami tentu saja mengamati situasi ini dengan baik," kata juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, dilansir dari APP pada Rabu, (26/2).
Dujarric mengimbau otoritas keamanan India untuk memastikan pengunjuk rasa berdemo dengan damai di sana. Pendemo tak perlu dilawan dengan kekerasan oleh petugas keamanan. "Seperti saya nyatakan itulah posisi Sekjen PBB dalam masalah ini," ujar Dujarric.
Diketahui, konflik terjadi bersamaan dengan pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan petinggi pemerintahan India dan pebisbis. Konflik ini akhirnya menyita perhatian lebih besar dari pertemuan tersebut.
Hingga Selasa, ketegangan di beberapa tempat di New Delhi tetap tinggi. Sejumlah sekolah di beberapa daerah diliburkan karena khawatir dengan risiko keamanan. Sementara, lima stasiun metro di kota ditutup.
Bentrokan yang terjadi pada Senin lalu adalah yang terburuk di Delhi sejak aksi protes terhadap Citizenship Amendment Act (CAA) dimulai pada awal Desember.
Ibu kota India telah menjadi sarang protes terhadap undang-undang yang dinilai telah merugikan Muslim di India.
Dalam undang-undang itu, pemerintah India akan memberikan kewarganegaraan bagi pengungsi non-Muslim dari tiga negara tetangga. Hal itu menimbulkan tuduhan bahwa Modi dan nasionalis Hindu, yakni Partai Bharatiya Janata (BJP) merusak tradisi sekuler India.
BJP menyangkal adanya bias terhadap lebih dari 180 juta Muslim minoritas di India, tetapi para penentang telah melakukan protes dan mendirikan kemah di bagian-bagian New Delhi selama dua bulan.