Rabu 26 Feb 2020 01:30 WIB

BPJPH: Baru 1.158 Pelaku Usaha Daftar Sertifikasi Halal

Bantuan pembiayaan dari pemerintah juga telah mendorong peningkatan sertifikasi.

Rep: Umar Mukhtar / Red: Agus Yulianto
Mastuki.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mastuki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menuturkan, sampai saat ini ada 1.158 pelaku usaha yang sudah terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pelaku usaha yang melakukan pendaftaran sertifikasi halal diklaim meningkat.

"Saat ini kami sedang memeriksa dokumen lagi yang masuk sekitar 150 pelaku usaha. Selama 4 bulan ini ada peningkatan jumlah meski tidak drastis," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (25/2).

Mastuki melanjutkan, peningkatan kunjungan dan pendaftaran terjadi pada Desember 2019 dan Januari 2020, yakni sekitar 120 persen. Peningkatan ini dipengaruhi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) BPJPH di seluruh daerah provinsi di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama.

"Kami sudah melakukan desentralisasi layanan. Sehingga pelaku usaha bisa langsung mengajukan sertifikat halal di Satgas BPJPH di Kanwil Kemenag seluruh Indonesia." ucap dia.

Untuk sementara ini, desentralisasi layanan sertifikasi halal baru dilakukan di tingkat pusat dan provinsi. Layanan tersebut juga akan ada di tingkat kabupaten/kota. Namun, pembentukannya direncanakan baru dimulai pada 2021.

"Prinsipnya, pelayanan harus mendekati pelaku usaha. Apalagi usaha mikro dan kecil yang ada di daerah-daerah, kampung, desa, pasti dibutuhkan layanan yang cepat dan menjangkau," katanya.

Peningkatan kunjungan dan pendaftaran sertifikasi halal, kata Mastuki, juga karena adanya bantuan pembiayaan dari pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi UMK kepada banyak pelaku usaha. Daerah tersebut di antaranya Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Berdasarkan data BPJPH dari dokumen yang masuk, besaran persentase pemohon sertifikasi halal yaitu pelaku usaha kecil 29 persen, usaha menengah 17 persen, usaha mikro 20 persen, tanpa keterangan 17 persen, dan usaha besar 17 persen. Sebanyak 95 persen dari kalangan pelaku usaha makanan dan minuman.

"Selebihnya produk lain yang merupakan perpanjangan atau pembaharuan sertifikat dari sertifikat sebelumnya yang diajukan melalui LPPOM MUI," tutur dia.

Untuk diketahui, kebijakan wajib produk halal telah diberlakukan sejak Oktober 2019 lalu sebagaimana amanat dari UU Jaminan Produk Halal. Penerapan wajib produk halal dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama mendahulukan pendaftaran sertifikasi halal bagi pelaku usaha makanan dan minuman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement