Jumat 21 Feb 2020 17:39 WIB

Beda Tidur Kita dengan Tidur Rasulullah SAW

Rasulullah SAW tidur tetapi tidak sama dengan tidur kita.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Rasulullah SAW tidur tetapi tidak sama dengan tidur kita. Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW tidur tetapi tidak sama dengan tidur kita. Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di antara aktivitas yang boleh (jaiz) bagi Rasulullah SAW adalah tidur. Nabi Muhammad tidur sebagaimana umat manusia juga melakukan tidur. 

Hanya saja, menurut Abu al-Faraj Ibn al-Jauzy, dalam kitab al-Wafa’ bi Ahwal al-Musthafa, mengatakan meski Rasulullah tertidur seperti orang biasa, hanya saja hatinya tetap terjaga. 

Baca Juga

Suatu ketika Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah  "Ya Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum mengerjakan shalat witir? " 

"Wahai Aisyah, memang kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak," jawab beliau." (HR Al ukhari, Muslim, Al Baihaqi, dan An Nasai).

Ketika Rasulullah tertidur kedua kelopak matanya tertutup, tidak melihat, dan tidak pula mendengar. Beliau pun pernah ketika tidur melalaikan shalatnya dan terbangun setelah muncul sinar matahari.  

Ibnu Aqil menjelaskan perbedaan tidurnya Rasulullah dengan orang biasa. Tidur itu mengandung dua hal. Pertama, istirahatnya badan. Poin inilah yang sama-sama dimiliki orang pada umumnya. 

Kedua, lalainya hati. Sebagaimana diketahui, hati beliau tetap terjaga dan terhindar dari mimpi yang berasal dari setan, oleh karenanya beliau pernah menerima wahyu dalam mimpi. Beliau pun, dalam tidurnya, senantiasa memikirkan maslahat-maslahat umat sebagaimana halnya orang yang tidak tidur.

Hati beliau tidak pernah lalai dari kewajibannya karena tidur. Beliau pun pernah pingsan dan dibawa pergi ketika turun wahyu.  

Padahal kondisi ini bila terjadi pada umatnya akan menyebabkan batalnya wudhu. Sedangkan beliau, pada kondisi tersebut, masih dalam kedaan sadar dan terjaga dari kelalaian yang bersifat alami dan hal-hal yang menyebabkan berhadats atau batalnya wudhu.  

Maka, pada saat demikian, beliau jauh di luar jangkauan kita. Dan Allah-lah yang membawa beliau kemana saja Dia kehendaki.  

Adapun tidurnya beliau sampai matahari terbit, ada dua alasan. Pertama, dengan peristiwa itu, beliau ingin mencontohkan cara melakukan ibadah yang ia tinggalkan karena lupa atau lalai, sebagaimana beliau melakukan tayamum ketika tidak ada air. 

Kedua, peristiwa itu terjadi karena beliau memperoleh pengetahuan khusus yang menggugurkan kewajiban-kewajiban zhahir badan, sedangkan batinnya khusyuk menghadap Ilahi.n Ratna Ajeng Tejomukti

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement