Rabu 19 Feb 2020 10:15 WIB

Emmanuel Macron Perketat Pembiayaan untuk Masjid

Emmanuel Macron disebut sedang kampanye melawan politik Islam.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Emmanuel Macron Perketat Pembiayaan untuk Masjid. Foto: Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: Yoan Valat, Pool via AP
Emmanuel Macron Perketat Pembiayaan untuk Masjid. Foto: Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis akan memperketat pembiayaan dari luar negeri untuk masjid-masjid, mengakhiri pemilihan imam oleh negara lain, dan menarik izin negara lain mengontrol kursus bahasa. Kebijakan ini dibuat presiden Prancis sebagai kampanye melawan politik Islam, sebagai mana dilaporkan Financial Times.

Kampanye melawan politik Islam tersebut dilakukan oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron saat sedang mencari dukungan dari pemilih kanan menjelang pemilihan lokal pada Maret. Macron bertujuan memerangi 'separatisme Islamis' di beberapa kota di Prancis.

Baca Juga

"Tidak dapat diterima bagi siapa pun yang tidak mematuhi hukum Republik Prancis meski atas nama agama atau kekuatan asing. Republik harus menepati janjinya, kita harus berjuang melawan diskriminasi, kita harus menempatkan meritokrasi di mana-mana," kata Macron, dilansir dari Ahvalnews, Rabu (19/2).

Ia mengatakan, kursus bahasa Prancis untuk 80 ribu siswa yang belajar bahasa Arab, Turki, dan bahasa lain dari negara asalnya menciptakan 'vektor penting separatisme'. Sebab banyak guru tidak berbicara bahasa Prancis atau peduli dengan budaya Prancis.

Macron juga mengatakan, banyak imam yang diangkat di Prancis terkait dengan Salafisme atau persudaraan Muslim. Mereka berkhutbah melawan Republik Prancis. "Negara (Prancis) akan melatih para imam di Prancis sehingga mereka belajar bahasa dan hukum-hukum Republik (Prancis)," ujarnya.

Macron menyampaikan bahwa Prancis tidak dapat mencapai kesepakatan dengan Turki terkait guru asing di Prancis. "Saya masih memiliki harapan tetapi jika Turki tidak dapat mencapai kesepakatan, maka Prancis akan menyediakan pendidikan ini sendiri," kata Voice of America Turkish mengutip pernyataan Macron.

Macron menjelaskan, orang Turki yang tinggal di Prancis adalah orang Prancis sama seperti orang lain yang tinggal di negara itu. Maka hukum Turki tidak dapat diterima di tanah Prancis.

Pernyataan Macron itu keluar di tengah kekhawatiran yang berkembang di Prancis tentang pengaruh kelompok Islam radikal. Sementara Prancis adalah rumah bagi 5,7 juta Muslim.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan sebelumnya telah mengkritik Macron karena menggunakan ungkapan 'terorisme Islam'. Turki juga telah mengecam rancangan proposal Undang-undang (UU) Prancis yang diadopsi oleh Senat tahun lalu. UU tersebut mengatur agar para ibu yang mengenakan jilbab melepaskan jilbabnya ketika berpartisipasi dalam perjalanan sekolah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement