Selasa 18 Feb 2020 20:00 WIB

Gadis yang Takut Allah dan Pernikahannya dengan Putra Umar

Ketakwaan seorang gadis membuat takjub Umar bin Khattab.

Ketakwaan seorang gadis membuat takjub Umar bin Khattab. Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir
Foto: saharamet.org
Ketakwaan seorang gadis membuat takjub Umar bin Khattab. Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

REPUBLIKA.CO.ID, Ihsan mendorong setiap diri kita untuk menjadikan Allah sebagai tujuan hidup dan tempat bergantung. Dengan sifat tersebut, kita merasa tidak ridha kalau amal perbuatan kita dan saudara-saudara, teman, sahabat, keluarga, masyarakat, akan mendatangkan murka-Nya. Sebaliknya kita akan merasa bahagia jika Dia meridhai amal-amal kita semua.

Suatu malam Khalifah Umar bin Khathab berkeliling untuk mengamati kondisi rakyatnya. Di depan suatu rumah, dia mendengar perdebatan antara seorang ibu dan anak perempuannya. 

Baca Juga

Dengan nada menolak, putrinya menjawab, “Wahai Ibu, apakah Ibu tidak tahu keputusan Amirul Mukminin hari ini? Memangnya keputusan apa yang beliau ambil? Beliau memerintahkan rakyatnya agar tidak menjual susu yang dicampur air. Ambil saja susu itu dan campurkanlah dengan air. Lihatlah, saat ini engkau berada di suatu tempat yang tidak mungkin terlihat oleh Umar, Ibu, tidak mungkin bagiku untuk menaatinya di saat ramai dan mendurhakainya di saat sepi.

Dialog ibu dan anak tersebut telah menyita perhatian Umar bin Khathab. Semuanya terekam dengan amat jelas. Umar lalu bergegas pergi. Sesampainya di rumah, ia segera menugaskan Aslam untuk menemui keluarga itu. “Wahai Aslam, pergilah ke rumah itu, dan selidiki siapa wanita yang menjawab seperti itu dan siap pula perempuan tua yang menjadi lawan bicaranya. Apakah mereka mempunyai suami?

 

Setelah mendatangi rumah perempuan itu, Aslam segera melaporkan penemuannya kepada Umar, bahwa yang menyuruh mencampurkan susu dengan air adalah ibunya. Sedangkan yang menolak mencampur susu dengan air adalah anaknya yang masih gadis. Sedangkan di rumah tersebut tidak ada seorang pun laki-laki.

Setelah semuanya jelas, Umar lantas memanggil semua anak laki-lakinya. Kepada mereka ia berkata, “Apakah di antara kalian ada yang membutuhkan seorang perempuan yang akan aku nikahkan dengannya? Andaikan ayah kalian masih berminat pada seorang perempuan, tentu kalian tidak akan bisa mendahuluinya untuk mendapatkan anak gadis itu.

Abdullah bin Umar, anak sulungnya, berkata bahwa ia tidak berminat karena sudah mempunyai istri. Demikian pula adiknya, Abdurrahman, menjawab sama seperti Abdullah. Barulah Ashim, anak laki-laki Umar yang lain, bersedia menikah dengan wanita pilihan ayahnya tersebut.

Tak lama berselang, Umar mengirim utusan kepada keluarga itu untuk melamar anaknya dan menikahkannya dengan 'Ashim. Lamaran itu pun diterima, hingga terjadilah prosesi pernikahan. Sederhana memang. Namun keberkahan menyelimuti pernikahan putra Amirul Mukminin dengan putri seorang penjual susu. Untaian doa terucap dari keluarga dan para sahabat, “Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakum fi khairan.” Sebuah doa yang sangat indah, “Semoga Allah memberkahi kalian, baikan dalam keadaan senang maupun susah, dan senantiasa mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Allah pun berkenan mengabulkan doa tersebut. Rumah tangga 'Ashim dan istrinya diberkahi Allah. Wanita ini pun melahirkan seorang putri. Pena sejarah mencatat, dari rahim anak perempuan inilah lahir Umar bin Abdul 'Aziz. Seorang pemimpin besar Islam yang digelari Khulafaur Rasyidin kelima. Pada masa pemerintahannya kaum Muslimin mencapai kejayaan dan kemakmuran lahir batin yang sulit mencari tandingannya.

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement