REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran orang tua sangat besar terhadap tumbuh kembang seorang anak, baik itu perkembangan fisik maupun perkembangan psikis dan pemikirannya. Nabi Muhammad SAW telah menegaskan hal itu dalam sebuah hadits.
“Tidaklah seorang anak lahir kecuali terlahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang membuat dia menjadi Yahudi atau nasrani atau majusi,” katanya.
Dalam buku Ikhtiar Mendapat Anak Shaleh, Galih Maulana menjelaskan, hadits tersebut menerangkan seorang bayi yang baru lahir itu sesungguhnya terprogram menjadi Muslim karena agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah alami manusia.
Namun, dalam proses perkembangannya orang tualah yang memberi pengaruh besar terhadap bayi tersebut. Jika orang tuanya Yahudi, maka akan memberi pengaruh Yahudi, bila orang tuanya Nasrani, maka akan memberikan pengaruh Nasrani dan begitu seterusnya.
Artinya, ketika menginginkan anak saleh, sejatinya orang tua yang berperan besar menanamkan bibit-bibit kesalehan tersebut. Tanggung jawab ini berlaku bagi kedua belah pihak, baik ayah maupun ibu. Imam Nawawi ketika membahas ayat 6 Surah at-Tahrim mengutip pendapat Imam Syafi’i.
“Imam Syafi’i di dalam kitab al-Mukhtashar menyatakan wajib atas ayah dan ibu untuk mendidik anaknya dan mengajari mereka ketentuan thaharah dan shalat, (bahkan) memukul anaknya dalam rangka mengajari itu apabila mereka sudah barakal,” ujarnya.
Jadi, jika menginginkan anak yang saleh, kesalehan tersebut harus dimulai dari orang tuanya dulu. Karena itu, ketika ingin menikah seseorang juga penting untuk memilih pasangan yang saleh atau salehah agar menjadi orang tua yang baik bagi keturunannya.
Dalam mendidik anak, seorang ibu adalah madrasah pertama bagi seorang anak, apa yang diberikan ibu pada anaknya akan sangat membekas dalam hati dan benak seorang anak. Sejarah pun memberikan banyak contoh, peran ibu sangat berpengaruh besar dalam kehidupan dan kesuksesan seorang anak kelak.