Kamis 13 Feb 2020 11:58 WIB

Ketum Mathla’ul Anwar: BPIP Butuh Membumikan Pancasila

Ketum Mathla’ul Anwar mengingatkan Pancasila merupakan warisan dari para ulama.

Ketum Mathla’ul Anwar: BPIP Butuh Membumikan Pancasila. Ketua Umum Pengurus Besar Mathlaul Anwar KH Ahmad Sadeli Karim (tengah).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Ketum Mathla’ul Anwar: BPIP Butuh Membumikan Pancasila. Ketua Umum Pengurus Besar Mathlaul Anwar KH Ahmad Sadeli Karim (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA) Kiai Haji Ahmad Sadeli Karim mengatakan saat ini Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) butuh konsep dan penerapan yang menarik untuk membumikan Pancasila kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Menurutnya, masyarakat Indonesia tidak membutuhkan pernyataan yang kontroversial.

Ketua Umum PBMA mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan kontroversial Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang menyebutkan musuh terbesar Pancasila adalah agama.

Baca Juga

Kiai Ahmad juga mengingatkan sejatinya Pancasila merupakan warisan dari para ulama pendiri bangsa, terlebih sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang secara sangat jelas mengandung nilai luhur agama. Dia mengajak Yudian bertabayun dan membaca kembali sejarah perumusan asas negara Pancasila secara cermat dan seksama agar tidak gagal paham terhadap ideologi negara yang sudah disepakati tokoh bangsa.

Salah satu tokoh pendidikan di Provinsi Banten itu juga mengharapkan Kepala BPIP segera menyadari kekeliruannya, kemudian secepatnya mencabut pernyataannya yang kontroversial tentang Pancasila dan agama itu. “Pemahaman masyarakat tentang Pancasila akan sulit terwujud jika pimpinan BPIP memiliki cara pandang yang kontroversial, bahkan bisa berbahaya,” katanya, Kamis (13/2).

Mathla’ul Anwar yang khitahnya memajukan bidang pendidikan, dakwah, dan sosial itu didirikan berselang empat tahun setelah berdirinya Muhammadiyah serta 10 tahun awal dibanding Nahdhatul Ulama (NU). Ormas Islam itu didirikan pada 10 Juli 1916 oleh K.H. E. Mohammad Yasin, K.H. Tb. Mohammad Sholeh, dan K.H. Mas Abdurrahman serta dibantu oleh sejumlah ulama dan tokoh masyarakat di daerah Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Sementara itu, Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912 di Kauman, Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan. NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh K.H. Hasyim Asy’ari.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement