REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Rumah Zakat, Nur Efendi, mengaku optimistis dengan pertumbuhan zakat di Indonesia pada tahun ini. Kendati demikian, dia mengakui, optimisme ini tetap harus memperhatikan realita kondisi ekonomi baik nasional dan global. Menurutnya, kondisi ekonomi nasional masih belum begitu prima.
"Dan saya lihat pemerintah masih terus berusaha. Tapi kami juga melihat peluang, misalnya, masyarakat yang punya sisi kedermawanan sangat tinggi. Kesadaran untuk menunaikan zakat itu masih sangat baik, jadi masih tetap bisa terus tumbuh," tutur dia kepada Republika.co.id, Senin (10/1).
Di tingkat global, Nur mengatakan, bukan tak mungkin Indonesia terdampak lemahnya perekonomian China saat ini akibat wabah virus corona sehingga secara tak langsung memberi pengaruh pada pertumbuhan penghimpunan zakat.
"Sehingga mungkin berdampak pada kesadaran membayar zakat, ya bisa jadi akan menurun. Tapi kami sih enggak terlalu khawatir karena pemerintah terus berusaha ya," tutur dia.
Rumah Zakat, jelas Nur, pada tahun ini menargetkan 2,5 juta penerima manfaat dengan 2.814 titik desa berdaya di seluruh wilayah Indonesia. Dengan keseluruhan target, diharapkan bisa mengentaskan kemiskinan pada 40 persen masyarakat yang dibantu Rumah Zakat.
Agar zakat yang dihimpun meningkat, Rumah Zakat makin masif menggunakan perangkat digital. Ini menjadi bagian dari strategi mereka untuk merespons perubahan inovasi digital yang terus tumbuh. Karena itu juga, Rumah Zakat bertransformasi menjadi lembaga filantropi digital dunia.
"Ini upaya kita untuk terus tumbuh menjadi lebih baik lagi dalam memberikan manfaat, tidak hanya di Indonesia, bahkan di global," ucap dia.
Ada tiga hal yang hendak dicapai melalui digitalisasi kelembagaan filantropi. Pertama, muzakki akan mudah menunaikan kewajibannya, dan mustahiq akan lebih mudah dijangkau melalui aplikasi digital. Donatur pun tidak perlu terjun ke lapangan karena ada virtual reality yang bisa dilihat proses pemberdayaannya dari A sampai Z.
"Kedua, secara internal, kita perbaiki digitalisasi proses di dalam, sehingga prosesnya lebih cepat, efektif an efisien," kata dia.
Ketiga, lanjut Nur, adalah membangun ekosistem digital dengan aplikasi yang mengakomodir gaya hidup Muslim. "Mulai dari halal industry, halal food, halal tourism, termasuk ekonomi syariah, dan termasuk juga social fund," tutur dia.
Nur optimistis, upaya digitalisasi ini bisa mendongkrak jumlah penerima manfaat berkali lipat. "Ya saya inginnya kalau bisa 15 sampai 20 juta penerima manfaat, ya minimal 10 juta penerima manfaat tiap tahun, 4 kali lipat," imbuhnya.