REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Singapura menyelidiki seorang guru agama yang mengunggah perihal wabah virus corona di Wuhan, China dalam akun media sosialnya. Dalam postingannya dia mengatakan, munculnya wabah tersebut sebagai balasan Allah kepada China terkait perlakuan mereka terhadap muslim Uighur.
Sontak saja postingannya ini menuai banyak komentar. Bahkan kini guru agama tersebut tengah dicari oleh pihak berwenang Singapura.
Dilansir dari South China Morning Post, Jumat (7/2), Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura, K Shanmugam mengecam pernyataan guru agama tersebut. Dia bahkan menyebutkan apa yang diucapkan oleh guru itu merupakan hal konyol, xenofobia, dan rasialis.
Guru agama yang diketahui bernama Abdul al-Halim mengunggah pesan di Facebook pada 29 Januari 2020. Kementerian Dalam Negeri hingga Dewan Agama Islam Singapura mengatakan sedang menyelidiki masalah ini.
“Komentar Halim benar-benar rasialis, ia bahkan menyatakan orang-orang China tidak mencuci dengan benar setelah buang air besar dan tidak higienis seperti Muslim, itulah yang menyebabkan munculnya dan menyebarnya virus. Komentar seperti itu sangat tidak dapat diterima siapa pun, apalagi dari seorang guru agama,” ujar Shanmugam.
Menurutnya, apa yang dilakukan Abdul Halim terhadap orang China termasuk orang China Singapura tidak dapat diterima dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karenanya otoritas Singapura melakukan penyelidikan terhadap Halim.
Dewan Agama Islam Singapura mengatakan apa yang dituliskan Halim di akun sosialnya itu tidak mewakili komunitas Muslim. Dia mengatakan dalam Islam tidak diajarkan menyakiti orang lain.
“Islam tidak mengizinkan pengikutnya menyakiti perasaan orang lain atas nama agama. Wabah virus corona menyerang siapa pun tanpa membedakan kebangsaan, ras, atau agama. Kami berharap semua pihak untuk mengekspresikan pendapatnya dengan pertimbangan dan menunjukkan empati kepada mereka yang terinfeksi virus,” ujarnya.
Ketua Dewan Pengakuan Asatizah, Ali Mohd, mengatakan seharusnya sebagai guru agama dapat bertindak secara bertanggung jawab, baik ketika berbagi informasi atau menanggapi pertanyaan dari masyarakat saat di kelas, ceramah, maupun di media sosial pribadi mereka. “Kita seharusnya tidak berasumsi sebuah tragedi muncul karena pembalasan Allah untuk ras atau bangsa tertentu. Kita tidak tahu alasan sebenarnya Allah menurunkan peristiwa tersebut,” katanya dalam sebuah pernyataan.