REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Ketika Nabi Muhammad (saat itu belum diangkat menjadi nabi dan rasul) berdagang ke Bushra, wilayah antara Syam dengan Hijaz, beliau bertemu dengan seorang rahib Yahudi bernama Buhaira. Buhaira kala itu takjub melihat Nabi Muhammad dan mengatakan melihat kenabian di diri Rasul. Siapakah kiranya Buhaira ini?
Nama Buhaira dalam bahasa Suryani berarti lautan luas. Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, kata Buhaira/Bahira berasal dari bahasa Aram yang berarti terpilih. Jadi, nama itu sebenarnya adalah nama gelar baginya, sedangkan nama baptisnya adalah Segeus atau Gergeus.
Dalam kesusasteraan Byzantium disebutkan, Buhaira adalah seorang rahib Yahudi beraliran Nastur. Dia menganut ajaran Arius dan Nustur, di mana sekter ini tidak menerima doktrin ketuhanan Yesus bahkan pantang menyebut Yesus sebagai Tuhan. Sekter ini percaya, baik itu Yesus maupun Maryam adalah manusia yang merupakan perwujudan dari kalimat luhur.
Dalam kitab Sirah Nabawiyyah karya Muhammad Ridha dijelaskan, Buhaira dikenal sebagai seorang pendeta yang menguasai ilmu falak dan perbintangan.
Dia membangun biaranya di pinggir jalan utama menuju ke Syam dan selalu tinggal di dalamnya. Dia tinggal di sana khususnya pada musim lewat para pelancong dan kafilah dagang. Kemudian dia menyerukan kepada mereka untuk tidak menyembah berhala dan hanya mengesakan Allah.
Buhaira juga memiliki seorang murid setia bernama Mudzhib. Di kemudian hari, Mudzhib ini pun menjadi guru dari Salman al-Farisi sebelum dia masuk Islam.
Ketika bertemu dengan Rasulullah di Bushra, Buhaira melihat fenomena alam yang tak biasa yang mengikuti Muhammad. Awan bergerak memayungi ke manapun langkah Muhammad berarah. Lalu Buhaira menghampiri Rasulullah dan memeriksa sekujur tubuhnya.
Buhaira kemudian menemukan tanda kenabian itu di pundak beliau. Yakni di antara kedua penduknya, dan lalu Buhaira mencium antara kedua pundaknya. Buhaira pun berpesan pada, paman Nabi—Abu Thalib yang kala itu membawa Rasulullah untuk berdagang—untuk menjaga keponakannya itu. Sebab, keponakan Abu Thalib itu dikatakan bukanlah orang biasa.
Di kemudian hari, Muhdzib pun berkata bahwa Buhaira gurunya mati di tangan orang Yahudi yang jahat. Buhaira terbunuh sebagai korban kelicikan beberapa orang Yahudi tersebut.