Rabu 22 Jan 2020 11:08 WIB

Toleransi dan Kewaspadaan: Politik Islam Era Hindia Belanda

Perlawanan kolonial yang padam bangkit lagi setelah ada kebangkitan Islam.

Snouck Hurgronje (paling kiri.) saat tinggal di Jeddah.
Foto: Pinterest.com
Snouck Hurgronje (paling kiri.) saat tinggal di Jeddah.

Oleh Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Pada awal 1980-an, terbit buku mengenai politik Islam Hindia Belanda. Buku ini merupakan karya disertasi dosen IAIN Sunan Kalijaga (UIN) Jakarta, H Aqib Suminto, selama menjalani pendidikan doktor di Universitas Leiden, Belanda. Buku ini sampai kini sangat menarik dan salah satu dari master piece karya ilmiah orang Indonesia mengeai sejarah politik Islam di negara ini.

Menurut Aqib, keinginan keras untuk tetap berkuasa di Indonesia mengharuskan pemerintah Hindia Belanda untuk menemukan politik Islam yang tepat, karena sebagian besar penduduk kawasan ini bergama Islam.

Apalagi kenyataannya, dalam perang menaklukan bangsa Indonesia selama sekian lama, Belanda menemukan perlawanan keras justru dari pihak-pihak raja-raja Islam terutama, sehingga tidak mengherankan bila kemudian Islam dipandangnya sebagai ancaman yang harus dikekang dan ditempatkan di bawah pengawasan yang ketat.

Kedatangan Snouk Hurgronje yang pada akhir bad ke 18 memberikan alternatif jalan ke luar. Analisanya tentang Islam mendorong untuk bersikap netral terhadap ibadah agama, di samping bertindak tegas terhadap setiap kemungkinan perlawanan orang-orang Islam yang fanatik. Politik kembar antara toleransi dan kewaspadaan ini dimaksudkan untuk membangun  fondasi bagi ketentraman kehidupan beragama dan meletakkan modus vivendi antara pemerintah dan umat Islam.

Namun politik Islam Snouk Hurgronje yang didasarkan atas analisa pemisahan antara agama Islam dan politik tersebut, tampaknya hanya sesuai dengan kondisi peralihan masa abad ke 20, sebab perkembangan selanjutnya ternyata menyimpang dari garis politik Snouck Hurgronje.

Maka ketentraman yang dicapai tidak bisa bertahan lama, justru ketika umat Islam di kawasan ini mulai kebangkitannya. Dorongan kebangkitan umat Isam dari luar negeri berpadu dengan perubahan sosial akibat lajunya modernisasi di bawah pemerintahan kolonial. Proses modernisasi berhasil mempersegar penghayatan agamanya, sehingga mampu memahami Islam sebagai agama yang sempurna dan sebagai pandangan hidup yang lengkap.

Sebagai wawasan dan saran Snuock Hurgronje sesudah dasa warsa pertama abad ke 20 tidak lagi sesuai dengan sitauai kondisi Umat Islam —dalam membela agamanya— ternyata tidak mengabaikan kepentingan politik sebagai pergolakan; sehingga politik kolonial pun mengalami perubahan, lebih tergantung pada aliran hukum adat. Semuanya ini menunjukkan bahwa pada tahun-tahun terakhir itu, tidak semua konsep Snouck Hurgronje bisa diterapkan.

Politik Islam dalam arti sebenarnya telah menghilang dari agenda pemerintah kolonial Belanda. Namun perlu dicatat kala itu pemerintah kolonial Belanda telah mampu mengendalikan kaum Muslimin jajahannya yang berjumlah enam sampai tujuh kali lipat dari dirinya (jumlah penduduk Belanda kala itu).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement