REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia Halal Watch (IHW) menegaskan pihaknya tidak pernah mendengar wacana penghapusan pasal kewajiban sertifikasi halal dalam Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). IHW juga mengaku tidak tahu sumber RUU Omnibus Law yang dijadikan sumber oleh media massa.
Direktur Eksekutif IHW, Ikhsan Abdullah, mengatakan, tidak ada wacana penghapusan kewajiban sertifikasi halal. Justru kewajiban sertifikasi halal adalah kesepakatan bangsa dan hasil perumusan 10 tahun di parlemen.
"Masa dihapus begitu saja, yang ada itu penyederhanaan ketentuan yang dianggap membebani dunia usaha sehingga lajunya lamban," kata Ikhsan kepada Republika.co.id, Selasa (21/1).
Sepengetahuannya dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tidak ada satupun pembahasan mengenai RUU Omnibus Law yang menghapuskan ketentuan-ketentuan di UU JPH.
Menurutnya, semangat Omnibus Law positif karena pemerintah berusaha menyederhanakan ketentuan yang dianggap menyulitkan perkembangan dunia usaha.
Dia juga menegaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal sangat penting untuk membedakan produk yang halal dan tidak halal. Ini sebagai bagian dari perlindungan negara kepada warga negaranya baik yang Muslim maupun non-Muslim. Sehingga ada kejelasan bagi konsumen untuk meneliti sebelum membeli dan mengkonsumsi suatu produk.
IHW menilai positif RUU Omnibus Law. Meski memang ada beberapa hal dalam UU JPH yang disederhanakan. Yakni peraturan yang dianggap tidak pro dengan kemajuan investasi. "Misalnya susah sekali sertifikasi halal karena ada pembiayaan yang cukup besar, ini kewajiban pemerintah bagaimana menyederhanakan pembiayaan dan mempercepat proses sertifikasi," ujarnya.
Untuk itu, Ikhsan mengatakan, pemerintah harus memperbanyak auditor halal. Serta memberi subsidi kepada usaha mikro dan kecil (UMK) untuk melakukan sertifikasi halal. IHW menegaskan sertifikasi halal tetap penting di era manapun untuk Indonesia. Negara-negara lain juga sudah mencantumkan logo halal, masa Indonesia tidak.