Selasa 21 Jan 2020 06:30 WIB

Kongres Umat Islam Diharap Dorong Amandemen UU Zakat

Amandemen UU Zakat dinilai diperlukan dibahas dalam Kongres Umat Islam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Kongres Umat Islam Diharap Dorong Amandemen UU Zakat. Foto: Ilustrasi Zakat
Foto: Republika/Mardiah
Kongres Umat Islam Diharap Dorong Amandemen UU Zakat. Foto: Ilustrasi Zakat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Zainulbahar Noor menuturkan Kongres Umat Islam perlu mendorong amandemen terhadap Undang-undang 23/2011  tentang Pengelolaan Zakat. Menurut dia, amandemen ini akan mengotimalkan potensi zakat yang nilainya lebih dari Rp 300 triliun.

Hal itu disampaikan Zainulbahar dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia dalam Bidang Filantropi", di kantor MUI, Jakarta, Senin (20/1). FGD ini sebagai rangkaian agenda Kongres Umat Islam VII 2020 yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Februari mendatang.

Baca Juga

"Perlu ada amandemen UU Zakat, dan Peraturan Presiden agar tidak saja zakat ini dikenakan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdaftar di pusat tapi juga menginstruksikan ke (ASN di) kabupaten/kota secara pasti. Tapi dana itu tersentralisasi di Baznas, yang dibuat dengan amandemen (UU Zakat)," tutur dia.

Zainulbahar berpendapat, MUI juga perlu membuat komisi khusus untuk penguatan regulasi dan kegiatan Baznas sebagai upaya mengamandemen UU Zakat. Dalam komisi itu, menurut dia, umpamanya ada ahli hukum yang mengkaji draf amandemen hasil dari Kongres Umat Islam nanti.

Zainulbahar juga memandang perlunya dukungan MUI berupa fatwa terkait pengembangan zakat saham. Dia menjelaskan, berdasarkan studi Pusat Kajian Strategis Baznas (Puskas), diketahui bahwa total potensi zakat sekarang sebesar Rp 335,169 triliun. Dari total itu, sebesar Rp 100 triliun merupakan potensi zakat saham perusahaan di Indonesia.

Adapun rinciannya, potensi zakat saham di sektor pertanian sebesar Rp 3.514 miliar, pertambangan Rp 7.408 miliar, industri dasar dan kimia Rp 3.844, aneka industri Rp 6.185, industri barang konsumsi Rp 4.140, properti dan konstruksi bangunan Rp 13.322, infrastruktur, utilitas dan transportasi Rp 4.535, keuangan Rp 48.494, dan perdagangan, jasa serta investasi Rp 8.281.

"Jadi perlu juga MUI misalnya memutuskan fatwa, sebab zakat saham saja itu bisa Rp 100 triliun, yang bisa dikenakan, misalnya MUI dengan membuat surat ke bursa efek Indonesia untuk dikenakan," ujarnya.

Zainulbahar berharap, Kongres Umat Islam betul-betul menegaskan kepada pemerintah tentang potensi dana dari umat Islam melalui zakat, infak, sedekah dan wakaf. Dia memaparkan, total potensi zakat sebesar Rp 335 triliun itu sama dengan jumlah anggaran 11 kementerian untuk kegiatan sosial. Jika ini berhasil, maka kementerian-kementerian itu tidak perlu lagi mengurus kemiskinan.

"Karena itu sudah diurus oleh Baznas dan mungkin BWI (Badan Wakaf Indonesia). Dan Kongres Umat Islam harus mendorong itu, kalau ingin dana zakat mendampingi dana APBN. Tapi ini tidak pernah tercapai kalau pemerintah tidak punya goodwill," tutur dia.

Sementara itu, Senior GM Program & Partnership Managemen dari PKPU Human Initiative, Aan Suherlan, menilai pengembangan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) perlu juga dilakukan di tingkat akar rumput, yakni di masjid-masjid. Menurut dia, pengurus-pengurus masjid perlu diberdayakan agar memiliki kemampuan mengelola dana ziswaf.

"Masjid juga menjadi sarana transfer informasi yang baik kepada masyarakat. Dan jangan lupa, kita memiliki Forum Zakat, ini bisa menjadi sarana yang paling kuat untuk berkolaborasi," tutur dia.

Aan juga sepakat soal amandemen UU Pengelolaan Zakat yang perlu lebih diperkuat agar potensi zakat yang ada bisa dimaksimalkan. UU Zakat menurut dia seharusnya memiliki kemampuan untuk menginstruksikan kepada orang mampu untuk mengeluarkan zakat. "Ini akan memudahkan lembaga-lembaga zakat dalam mengelola dan menyalurkannya dengan baik dan akuntabel," ucap dia.

Direktur Budaya dan Dakwah Dompet Dhuafa Ahmad Shonhaji, memandang saat ini masih diperlukan edukasi yang masif kepada masyarakat. Bukan hanya ke kalangan santri tapi juga anak-anak usia dini. Misalnya dengan memberi pendidikan tentang ziswaf kepada anak-anak PAUD, SD, hingga SMP. Sebab merekalah calon-calon donatur di masa depan.

Selain itu, menurut Shonhaji, lembaga-lembaga seperti MUI dan Dewan Masjid Indonesia perlu mendorong agar dai-dai menyampaikan penjelasan tentang ziswaf kepada para jamaahnya secara kontemporer. Dengan demikian, penjelasan ziswaf tersebut tidak terjebak pada perbedaan pandangan dalam fikih. "Saya kira melalui MUI dan DMI juga perlu mendorong para dai agar menyampaikan pesan materi zakat secara kontekstual dan kontemporer," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement