Sabtu 18 Jan 2020 13:40 WIB

Otoritas Islam Tertinggi Lebanon Bantah Intervensi Kabinet

Otoritas Islam Tertinggi Lebanon menegaskan tak ikut campur penyusunan kabinet.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Relawan mendonasikan pakaian bagi yang membutuhkan di sebuah tenda dekat Martyrs
Foto: AP Photo/Maya Alleruzzo
Relawan mendonasikan pakaian bagi yang membutuhkan di sebuah tenda dekat Martyrs

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT— Otoritas Islam Tertinggi Lebanon Dar el Fatwa membantah ikut campur dalam urusan pemerintahannya.  

Dilansir di naharnet.com, Jumat (17/1) Dar el Fatwa bahkan mengecam laporan yang mengklaim bahwa Mufti Republik Lebanon, Syekh Abdul Latif Deryan, sedang mencampuri pembentukan pemerintahan.  

Baca Juga

Kantor media Dar el Fatwa, otoritas Sunni tertinggi Lebanon, mengatakan dalam sebuah pernyataan sebuah surat kabar lokal Lebanon mengklaim bahwa Dar el Fatwa telah campur tangan urusan pemerintahan. Mereka mengklaim Dar el Fatwa telah menunjuk seseorang untuk masuk dalam kabinet pemerintah baru.   

"Mufti Besar Republik Lebanon Sheikh Abdul Latif Deryan tidak berpartisipasi dalam pembentukan pemerintah dan semua klaim yang dikaitkan dengannya mengenai beberapa nama yang dinominasikan untuk menteri dalam pemerintahan adalah analisis murni dan tidak benar," ungkap pernyataan Dar el Fatwa. 

Sebelumnya surat kabar An-Nahar telah menerbitkan sebuah artikel yang menyatakan bahwa Dar el Fatwa meminta Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab untuk memilih Bassam Barghot sebagai salah seorang menteri. 

Lebanon, yang sedang menghadapi krisis ekonomi terburuknya sejak perang saudara 1975-1990, sedang berupaya membentuk pemerintahan baru sejak Perdana Menteri Saad al-Hariri mengundurkan diri pada 29 Oktober.

Upaya untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan perdana menteri baru terhambat perpecahan, yang menggambarkan ketegangan antara Hariri dan Muslim Syiah Hizbullah. Hariri sendiri memiliki hubungan kuat dengan negara-negara Barat dan Teluk Arab.

Pemerintah Amerika Serikat menganggap Hizbullah, yang memiliki persenjataan berat, sebagai kelompok teroris dan telah menjatuhkan sanksi terhadap kelompok itu. 

Menurut sistem politik sektarian di negara itu, perdana menteri harus berasal dari kalangan Muslim Sunni. Belum ada kejelasan soal secepat apa pemerintahan baru akan terbentuk. 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement