REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Polisi antiteror Inggris mencabut panduan resmi yang menyebutkan Muslim yang meyakini mereka tertindas bisa menjadi tanda ekstremisme. Polisi antiterorisme di Inggris tenggara mengeluarkan dokumen setebal 12 halaman berjudul Menjaga kaum muda dan orang dewasa dari ekstremisme ideologis.
Dokumen tersebut mencantumkan sejumlah kelompok dan contoh perilaku ekstremis atau yang dikhawatirkan yang harus diwaspadai. Mengacu pada kelompok terlarang Al Muhajiroun, dokumen itu menyatakan: "Apa yang mungkin Anda lihat dan dengar, Al Muhajiroun mempromosikan pandangan umat Islam dianiaya di Inggris oleh pemerintah dan media. Anda mungkin mendengar seseorang menyatakan pandangan ini atau keprihatinan suara untuk Muslim yang tertindas di negara-negara lain."
Dokumen ini lantas dikecam oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menyebutnya merusak kebebasan berpendapat dan diskriminasi. Kelompok HAM seperti Liberty dan CAGE serta Dewan Muslim Inggris (MCB) mengklaim panduan ini sangat luas dan mencakup kepercayaan normatif Muslim.
Mereka mengemukakan khawatir jika seseorang dengan latar belakang Muslim misalnya, berbicara tentang penganiayaan China terhadap Muslim Uighur atau tentang diskriminasi terhadap Muslim di India, ini dapat secara keliru dikaitkan dengan radikalisasi.
Panduan ini dikeluarkan sebagai bagian dari strategi pencegahan pemerintah. Program ini dirancang untuk mengatasi radikalisasi sayap kanan dan radikalisasi agama.
Di bawah skema pencegahan, ada kewajiban hukum bagi pekerja sektor publik, seperti staf Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris, guru dan pekerja sosial untuk mengidentifikasi mereka yang dianggap berisiko mengalami radikalisasi.
Kelompok HAM Liberty menyebut isi dokumen itu berlebihan jika menyiratkan rujukan pencegahan yang dibenarkan terhadap seseorang yang mengekspresikan pandangan umat Islam tertindas. Pejabat Kebijakan dan Kampanye di Liberty, Rosalind Comyn, mengatakan upaya pencegahan selalu menjadi instrumen tumpul yang merongrong kebebasan berekspresi, menanamkan diskriminasi dalam layanan publik dan menabur ketidakpercayaan di antara masyarakat.
Sumber: Metro.co.uk
Direktur kelompok HAM CAGE, Adnan Siddiqui, mengatakan dimasukkannya kepercayaan Muslim yang normatif, sikap dan pengalaman diskriminasi agama sebagai penanda potensial bukanlah hal baru untuk pencegahan. Hal itu menurutnya adalah sesuatu yang telah didokumentasikan dan dikampanyekan oleh CAGE untuk waktu yang lama.
"Mencegah tidak hanya memvalidasi islamofobia, tetapi juga mengakarnya di sektor publik. Dokumen pencegahan yang bocor berupaya menentukan bentuk ekspresi politik mana yang dapat diterima, atau di luar batasnya," ujarnya, dilansir di Metro, Kamis (16/1).
Sedangkan MCB mengatakan, harus ada perhatian guna memastikan pandangan berbasis bukti yang mencerminkan keprihatinan sah oleh umat Islam tidak dikaitkan dengan ekstremisme. Sekretaris Jenderal MCB Harun Khan mengatakan, Muslim ditahan di kamp-kamp konsentrasi di China, genosida etnis di Myanmar, dan masih terperangkap setelah 163 hari di Kashmir.
"Ini adalah penindasan yang jelas yang semua orang, tidak hanya Muslim, harus menyuarakan keprihatinannya," kata Harun Khan.
Seorang juru bicara untuk polisi kontraterorisme mengatakan, dokumen itu dirancang untuk peserta yang sangat spesifik yang memahami kompleksitas lingkungan perlindungan yang memiliki tugas menurut undang-undang dalam pencegahan. Dia mengatakan polisi dalam proses mengonfirmasi siapa yang telah menyebarkan dokumen tersebut.
"Kami sebagai Polisi Penanggulangan Terorisme, bersama dengan mitra kami, memiliki tanggung jawab melindungi orang-orang yang rentan. Petugas dilatih mengenali mereka yang mungkin rentan dan ini adalah elemen mendasar dari tugas pencegahan, untuk mencegah orang yang berpotensi terjerumus ke dalam perilaku kriminal," ujarnya.