Rabu 15 Jan 2020 09:32 WIB

Sejarah Kairo Sebagai Titik Penting Peradaban Islam

Pada masa emasnya, Kairo mampu menyaingi Baghdad dan Cordoba.

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Muhammad Hafil
 Sejarah Kairo Sebagai Titik Penting Peradaban Islam. Foto: Suasana kota mati atau bangunan kuburan yang terletak di Kota Kairo, Mesir, Selasa (9/9).  (Republika/Agung Supriyanto)
Sejarah Kairo Sebagai Titik Penting Peradaban Islam. Foto: Suasana kota mati atau bangunan kuburan yang terletak di Kota Kairo, Mesir, Selasa (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sebagai sebuah negeri, Mesir memiliki sejarah panjang. Mulai dari masa Fir’aun, khalifah, hingga masa republik. Sejak zaman kuno (4.000 SM), Mesir telah memiliki peradaban yang tinggi. Peninggalan kejayaan Mesir kuno masih berdiri kukuh hingga saat ini, sebut saja misalnya piramid serta spinx (patung singa berkepala

manusia).

Baca Juga

Peradabannya yang tinggi, disertai potensi geografis dan budaya yang

dimilikinya, membuat Mesir segera ‘bersinar’ ketika Islam masuk ke sana. Mesir

segera menjadi negeri yang berperan penting dalam sejarah perkembangan Islam.

Islam masuk ke Mesir pada abad 7 ketika Khalifah Umar bin Khatab memerintahkan

Amr bin As membawa pasukan tentara Islam untuk mendudukinya. Setelah menduduki

Mesir, Amr bin As menjadi amir (gubernur) di sana (632-660) dan menjadikan

Fustat (dekat Kairo) sebagai pusat pemerintahan.

Pada masa-masa selanjutnya, Mesir berada di bawah pemerintahan dinasti seperti

Umayah, Abbasiyah, Tulun (868-905), Ikhsyid (935-969), Fatimiah (909-1171),

Ayubiyah (1174-1250) yang ditandai dengan Perang Salib (1096-1273), dan Mamluk

(1250-1517). Pada masa sesudahnya, Mesir menjadi bagian dari Kerajaan Turki

Ottoman. Dalam rentang penguasaan pemerintahan dinasti itu, masa jaya Islam di

Mesir terjadi pada masa Dinasti Fatimiah ketika ibu kota pindah ke Kairo dan

Universitas Al Azhar didirikan.

Keberadaan Al Qahira atau Kairo bermula ketika Mu’izz Lidinillah, khalifah

Fatimiah, berniat melakukan ekspansi ke Mesir. Ia pun mengutus panglima

perangnya, Jauhar al Katib as Siqilli, untuk menaklukkan Mesir. Jauhar berhasil

membangun sebuah kota baru yang diberi nama Al Qahira (Kairo) pada tahun

969. Pada 973, Khalifah Mu’izz hijrah ke Mesir dan menjadikan Kairo sebagai

pusat pemerintahan.

 

James E Lindsay dalam Daily Life in the Medieval Islamic World bercerita tentang

Al Qahira atau Kairo ini. Ibu kota baru ini, tulis Lindsay, dibangun dengan

sangat baik. Sebuah masjid megah, yakni Masjid Al Azhar, dibangun di sana.

Istana kerajaan ada di jantung kota. Dari sisi pertahanan, Jauhar membangun

benteng tangguh yang melingkupi Kairo. Di beberapa bagian benteng itu, ada

gerbang berpelat besi. Lewat gerbang inilah, warga setempat bisa bepergian ke

Suriah dan Fustat.

Selain masjid, dibangun pula mushala. Berbeda dengan masjid yang ada di pusat

kota, mushala lebih banyak berlokasi di pinggiran kota. Penguasa Mesir saat itu

juga menyediakan lahan pemakaman untuk warga.

Di bawah Dinasti Fatimiah, Kairo mencapai kejayaan sebagai pusat pemerintahan.

Dinasti ini menorehkan kegemilangan selama 200 tahun. Wilayahnya mencakup

Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan

Hijaz. Kairo pun tumbuh sebagai pusat perdagangan di kawasan Laut Tengah dan Samudera Hindia. Sementara ibu kota Mesir sebelumnya, Fustat, menjadi bagian dari wilayah administratifnya.

Saingi Baghdad dan Cordoba

Pada era itu pula, Kairo menjelma menjadi pusat intelektual dan kegiatan ilmiah

baru. Bahkan, seperti tertulis dalam Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, pada masa

pemerintahan Abu Mansur Nizar al Aziz (975-996), Kairo mampu bersaing dengan dua

ibu kota Dinasti Islam lainnya, yakni Baghdad di bawah Dinasti Abbasiyah dan

Cordoba sebagai pusat pemerintahan Dinasti Umayyah di Spanyol

Seperti halnya Dinasti Abbasiyah dan Umayyah yang mampu membangun istana,

Dinasti Fatimiah pun mampu mendirikannya. Tak hanya istana, ketiga dinasti yang

berada di tiga benua berbeda itu pun ‘berlomba’ membangun masjid. Dinasti

Abbasiyah di Baghdad bangga memiliki Masjid Samarra, Dinasti Umayyah membangun

Masjid Cordoba, dan Fatimiah memiliki Masjid Al Azhar.

Di bidang administrasi negara, Fatimiah pun menorehkan sesuatu yang patut ditiru

oleh para penguasa di era berikutnya, termasuk di era modern saat ini. Dalam

merekrut pegawai, misalnya, pemerintahan Fatimiah mengutamakan kecakapan

dibandingkan pertalian keluarga. Artinya mereka menjauhi praktik yang disebut

masyarakat modern sebagai nepotisme. Semangat toleransi pun dikembangkan.

Penganut Sunni dan Syiah memiliki peluang yang sama untuk menduduki suatu

jabatan.

Pada akhir masa kejayaan Fatimiah, Kairo hampir saja jatuh di bawah penguasaan

tentara Perang Salib. Beruntung, panglima perang Salahudin Al Ayubi berhasil

menghalaunya. Sejak itu, Salahudin mendeklarasikan kekuasaannya di bawah bendera

Dinasti Ayubiyah, yang hanya bertahan 75 tahun. Kairo kemudian diambil alih

Dinasti Mamluk. Sekitar tiga abad lamanya, Mamluk menjadikan Kairo sebagai pusat

pemerintahan.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement