Selasa 14 Jan 2020 21:17 WIB

Masjid Raya Sultan Riau, Ikon Pulau Penyengat

Masjid Raya Sultan Riau memiliki 13 kubah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Suasana Mesjid Sultan Riau, Pulau Penyengat, Kepri, 7/6. Adonan tembok masjid Sultan Riau ini dipercayai terbuat dari campuran putih telur pada masa Sultan Abdurahman Shah pada tahun 1832M. Kini masjid ini merupakan destinasi pariwisata bagi Propinsi Kepri untuk mengaet wistawan lokal dan wisatawan mancanegara.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Suasana Mesjid Sultan Riau, Pulau Penyengat, Kepri, 7/6. Adonan tembok masjid Sultan Riau ini dipercayai terbuat dari campuran putih telur pada masa Sultan Abdurahman Shah pada tahun 1832M. Kini masjid ini merupakan destinasi pariwisata bagi Propinsi Kepri untuk mengaet wistawan lokal dan wisatawan mancanegara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid Raya Sultan Riau merupakan salah satu masjid tertua dan bersejarah di Indonesia yang berada di pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, provinsi Kepulauan Riau. Konon, masjid ini merupakan masjid berkubah pertama di bumi nusantara.

Masjid ini memiliki 13 kubah yang tersusun berbaris di atasnya. Selain itu, di setiap sudut masjid juga terdapat empat menara. Menara itu beratap kerucut berwarna hijau dan menjulang setinggi 18,9 meter. Di kanan dan kiri halaman depan masjid terdapat bangunan panggung tanpa dinding yang disebut balai-balai.

Denah balai-balai tersebut berbentuk empat persegi panjang. Memanjang timur-barat. Kira-kira mirip pendopo di Jawa. Panggung tersebut berfungsi sebagai tempat menunggu waktu shalat, berbuka puasa saat Ramadhan, atau tempat beristirahat bagi musafir.

Dua bangunan lainnya yang lebih besar daripada balai-balai berada di halaman depan kiri dan kanan. Menempel dengan sudut pagar masjid yang menyerupai bastion berdenah lingkaran. Bangunan ini disebut dengan rumah sotoh.

Bangunan beratap genting dan bercat hijau tersebut berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dan mempelajari ilmu agama. Beberapa ulama terkenal pada masa itu pernah mengajarkan ilmu agama di rumah sotoh, di antaranya Syekh Ahmad Jabrati, Syekh Arsyad Banjar, Syekh Ismail, dan Haji Shahabuddin,

Masjid ini merupakan salah satu masjid  yang tampak mencolok di antara rumah penduduk karena seluruh bangunannya dibalut dengan warna kuning. Masjid memiliki luas 29,3 x 19,5 meter dan berdiri di atas lahan seluas 54,4 x 32,2 meter.

Masjid ini memiliki tujuh pintu dan enam jendela. Tebal dindingnya hampir 50 sentimeter dan lantainya terbuat dari ubin tanah liat. Sedangkan atapnya ditopang dengan empat tiang beton. Masjid ini juga terbilang unik, karena salah satu campuran bahan bangunannya menggunakan putih telur.

Di dalam mihrab terdapat mimbar yang terbuat dari kayu jati. Mimbar ini khusus didatangkan dari daerah Jawa yang terkenal dengan kerajinan ukirnya, yaitu Jepara. Ada informasi bahwa ada dua mimbar yang didatangkan dari Jepara saat itu. Pertama, mimbar untuk Masjid Sultan Riau ini, dan yang lebih kecil untuk Masjid Sultan Lingga di daerah Daik Lingga.

Ikon Pulau Penyengat

Masjid Raya Pulau Penyengat yang menjadi salah satu ikon utama pulau Penyengat. Masjid yang dibangun oleh cucu seorang pahlawan ini sekarang sudah dijadikan situs cagar budaya oleh pemerintah Republik Indonesia.

Masjid Raya Sultan Riau dibangun dengan megah pada 1832, yakni pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman (1831-1844). Ia adalah cucu seorang pahlawan nasional dari Riau, Raja Haji Fisabililah.

Awalnya masjid yang dibuat dari kayu itu tidaklah terlalu besar. Masjid ini dibangun pertama kali pada 1761-1812 dengan hanya berlantaikan bata. Satu menara setinggi kira-kira enam meter melengkapi masjid sederhana ini. Karena tidak lagi dapat menampung jamaah, Raja Abdurrahman pun memerintahkan untuk membangun masjid ini menjadi lebih besar seperti yang terlihat sekarang.

Saat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1248 Hijriah atau bertepatan pada 1832 Masehi, Raja Abdurrahman menyeru kepada seluruh rakyatnya untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah. Dia pun membangun masjid yang megah agar jamaah dapat beribadah di dalamnya dengan nyaman. Dikisahkan, karena antusias rakyatnya, fondasi masjid dapat dibangun dalam waktu tiga minggu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement