Senin 06 Jan 2020 20:32 WIB

Mengapa Kedudukan Niat Begitu Penting untuk Muslim?

Niat mempunyai peran krusial bagi kehidupans seorang Muslim.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Niat mempunyai peran krusial bagi kehidupans seorang Muslim. Foto ilustrasi beribadah.
Foto: Ajit Solanki/AP
Niat mempunyai peran krusial bagi kehidupans seorang Muslim. Foto ilustrasi beribadah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sesungguhnya konsistensi dapat dipupuk melalui niat yang baik. Sedangkan niat itu sendiri tempatnya berada dalam hati, dan hati adalah sepotong daging yang ada di dalam tubuh manusia. Jika sepotong daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan begitu sebaliknya.

Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan Sayyidina Umar bin Khattab pernah menyinggung perkara niat ini. Seberapa penting niat dalam menjaga konsistensi dalam kebaikan. Dengan niat yang ada, Allah juga telah menyiapkan setiap balasan dari tindakan-tindakan yang dikerjakan.

Baca Juga

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu berdasarkan niatnya. Dan sesungguhnya balasan setiap orang itu tergantung dari apa yang dia niatkan. Barang siapa berhijrah itu kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan sampai) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk dunia agar bisa diperolehnya atau untuk wanita yang hendak dinikahinya, maka (balasan) hijrahnya itu sesuai dengan niat hijrahnya,”. Hadis ini diriwayatkan muttafaqun ‘alaih (Bukhari dan Muslim).

Menurut Zainab al-Ghazali dalam bukunya berjudul Doktrin Nabawi disebutkan, niat memang bersumber dari hati. Sedangkan lisan akan menerjemahkan perasaan, kecenderungan, dan semua yang tebersit dari hati. 

 

Jika dia menerjemahkannya secara benar, maka yang keluar dari diri manusia adalah kebenaran yang jelas. Sebaliknya, jika didahului niat jahat, maka hal itu merupakan tahap awal dari kemunafikan.

Menurut beliau, hati dapat memberikan berbagai isyarat pada indera luar yang harus digerakkan. Dan jasad akan menerjemahkan dengan bergerak sesuai dengan isyarat-isyarat tersebut. Isyarat itulah yang kemudian dapat mengendalikan manusia apakah amalnya itu ditujukan kepada Allah dan bersama Allah, atau justru ditujukan dan bersama dengan setan.

Dalam hadis di atas, Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam kitabnya Syarah Shahih al-Bukhari menjelaskan, standar yang menjadi timbangan amal di sisi Allah SWT bukanlah bentuk lahiriah yang ada dalam diri manusia semata. Akan tetapi yang menjadi parameternya adalah spirit relung hati yang bisa dirasakan para malaikat pencatat amal.

Karenanya, parameter yang digunakan malaikat adalah berupa gerakan hati yang kerap menjadi pendorong lisan dan laku sikap manusia. Niat, sebagaimana dijabarkan bukanlah bersumber dari lisan yang berupa ucapan, melainkan hati. Niat juga bersumber dari desakan rasa yang terbesit dalam hati yang kemudian diterjemahkan oleh lisan.

Hal ini juga sempat ditegaskan dalam hadis shahih, Rasulullah bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan ragamu, akan tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatanmu (ketakwaan).”  

Niat yang baik yang ditanamkan sungguh-sungguh juga akan menjaga konsistensi diri. Hal itu agar pribadi manusia kerap melangkah pada jalan kebaikan yang bermuara pada Allah SWT. Konsistensi memang harus dipupuk melalui niat yang baik, apapun hajat baik yang hendak manusia lakukan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement