Selasa 07 Jan 2020 12:00 WIB

Merenungi Musibah Banjir

Air sering kita jumpai membawa masalah bahkan bencana seperti banjir.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Merenungi Musibah Banjir. Foto: Ilustrasi banjir di Jakarta
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Merenungi Musibah Banjir. Foto: Ilustrasi banjir di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Air sering kita jumpai membawa masalah bahkan bencana seperti banjir. Ada beberapa faktor yang mnyebabkan hal itu terjadi, antara lain mekanisme pada alam yang tidak dipahami atau diantisipasi dengan baik oleh manusia, namun pada umumnya terjadi karena ulah manusia sendiri.

Bencana banjir yang sering terjadi di berbagai wilayah, baik di perkotaan, perkampungan, maupun di pedesaan, antara lain karena penebangan hutan di sekitar hulu sungai, penutupan permukaan tanah dengan beton-beton sehingga air tak mampu meresap ke dalam tanah, kebiasaan buruk membuang sampah-sampah plastik dan sejenisnya di sembarang tempat, dan sebagainya.

Baca Juga

Alquran juga menceritakan tentang bencana yang menimpa umat-umat terdahulu akibat kesombongan dan keingkaran mereka. Hampir seluruh cerita mengenai bencana yang diceritakan Alquran menyangkut azab terhadap umat-umat yang sombong dan ingkar atau karena melakukan perbuatan buruk yang melampaui batas.

Banjir adalah genangan atau aliran air di atas daratan yang tidak biasanya tergenang air. Banjir umumnya disebabkan oleh meluapnya air melalui tepian suatu badan air seperti sungai atau danau sehingga menggenangi atau mengalir di luar batas-batas biasanya.

Sedangkan fluktuasi luapan sungai atau volume danau musiman, yang biasanya disebabkan oleh variasi hujan atau pencairan salju, biasanya bukanlah banjir yang membahayakan kecuali luapan air tersebut membahayakan atau merusak lahan, permukiman, atau ladang-ladang pertanian yang dipakai manusia.

Banjir seringkali menyebabkan kerusakan atau kerugian yang besar apabila menerjang daerah permukiman yang terletak di dataran rendah yang berpeluang banjir. Sebenarnya kerugian akibat banjir bisa dihindari apabila dataran banjir tersebut ditinggalkan atau tidak dihuni.

Hanya saja, sejak dahulu manusia memang senang tinggal di dekat perairan karena mudah mendapatkan air, menggunakannya untuk sarana irigasi dan transportasi, bahkan untuk tempat berdagang. Pada saat ini lebih disadari bahwa tinggal terlalu dekat dengan badan air, apalagi yang memiliki fluktuasi luah yang besar, sangat berbahaya mengingat adanya ancaman banjir sewaktu-waktu.

Alquran menceritakan banjir terbesar sepanjang sejarah manusia yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Banjir tersebut menenggelamkan dan menghapus semua peradaban manusia saat itu. Besarnya banjir Nabi Nuh dilukiskan dengan tergenangnya permukaan bumi dan tenggelamnya gunung-gunung yang berlangsung dalam waktu yang lama, dengan air yang jatuh dari langit maupun yang memancar dari dalam bumi.

"Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah, dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan. Dan Kami angkut dia (Nuh) ke atas (kapal) yang terbuat dari papan dan pasak. (al-Qamar ayat 11-13).

Allah memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk menaikkan ke atas perahu pasangan-pasangan dari setiap spesies, jantan dan betina, serta keluarganya. Seluruh manusia di daratan tersebut ditenggelamkan ke dalam air, termasuk anak lakilaki Nabi Nuh yang semula berpikir bahwa dia bisa selamat dengan mengungsi ke sebuah gunung yang dekat.

Dia (anaknya) menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!” (Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan. (Surah Hud ayat 43).

Semuanya tenggelam kecuali yang dimuat di dalam perahu bersama Nabi Nuh. Ketika air surut di akhir banjir tersebut, dan kejadian telah berakhir, perahu terdampar di Judi, yaitu sebuah tempat yang tinggi, sebagaimana yang diinformasikan oleh Al-Qur’an kepada kita.

Banjir lainnya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an adalah banjir bandang yang menimpa kaum Saba'. Banjir terjadi karena bobolnya bendungan yang pada awalnya dipakai sebagai sumber air dan sarana irigasi pertanian kaum tersebut.

Salah seorang Ratu kaum Saba', Ratu Bilqis, beriman kepada Allah melalui Nabi Sulaiman dan menjadi istri Nabi Sulaiman. Bangsa ini memiliki kebudayaan yang cukup tinggi pada masanya dan memiliki angkatan perang yang kuat.

Selepas masa Ratu Bilqis, kaum Saba' kembali ingkar kepada Allah sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir. Lahan-lahan pertanian kaum Saba' yang tadinya subur, hancur tersapu banjir. Setelah kejadian banjir tersebut lahan-lahan pertanian tidak dapat lagi ditumbuhi tanaman, kecuali tumbuhan liar yang tidak berguna.n Ratna Ajeng Tejomukti

*Disarikan dari Buku Air Dalam Perspektif Al-Qur'an dan Sains disusun oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement