Rabu 01 Jan 2020 00:01 WIB

Warga Gaza Cemas dan Takut Hadapi Masa Depan

Kehidupan di Gaza, Palestina memburuk.

Rep: MGROL 125/ Red: Ani Nursalikah
Warga Gaza Cemas dan Takut Hadapi Masa Depan. Warga melintasi bangunan yang hancur akibat serangan Israel ke Kota Gaza.
Foto: AP/Hatem Moussa
Warga Gaza Cemas dan Takut Hadapi Masa Depan. Warga melintasi bangunan yang hancur akibat serangan Israel ke Kota Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ibu enam anak, Suad Sultan (54 tahun) tidak dapat menyembunyikan ketakutannya tentang masa depan yang dirasa sangat mustahil bagi keluarganya bersama dengan penduduk lain di Jalur Gaza, Palestina. Setelah terjadi konflik bertahun-tahun dan tidak adanya solusi politik atau ekonomi, membuat kondisi kehidupan di Palestina memburuk.

Dilansir di Arab News, Senin (30/12), dua anak Sultan adalah lulusan universitas, tetapi tidak dapat menemukan pekerjaan dan membangun keluarga mereka sendiri. Seperti halnya suaminya tidak dapat menemukan pekerjaan dengan penghasilan tetap.

Baca Juga

“Kami berada di ambang tahun baru, tetapi saya tidak bisa melihat perbedaan antara tahun lalu dan tahun mendatang. Yang saya lihat adalah tahun penderitaan yang lain,” kata Sultan.

Pada 2012, Konferensi PBB yang membahas tentang Perdagangan dan Pembangunan, memprediksi Jalur Gaza bisa menjadi wilayah yang tidak dapat dihuni pada 2020. "Implikasi sosial, kesehatan dan keamanan dari pertumbuhan demografis yang tinggi dan kelebihan penduduk adalah salah satu faktor yang dapat membuat Gaza tidak dapat dihuni pada 2020," kata laporan tersebut.

 

Jalur Gaza mengalami kelangkaan sumber air hingga 97 persen dari air tanah tidak cocok diminum. Hal tersebut memaksa penduduk setempat membeli pasokan dari pedagang keliling.

photo
Warga Palestina di Gaza City.

Selain itu, kekurangan layanan medis adalah masalah mendesak lainnya.“Saya tidak peduli dengan laporan resmi, positif atau negatif. Keadaan di lapangan menunjukkan kita berada dalam situasi yang sangat buruk," kata Sultan.

Pengangguran tinggi menambah kesengsaraan daerah tersebut. Hal tersebut membuat hingga 60 persen orang muda tidak dapat menemukan pekerjaan. "Kami telah tinggal di tempat yang tidak dapat dihuni selama bertahun-tahun," kata seorang perawat lepas Ali Salman (31) kepada Arab News.

“Segala sesuatunya menjadi semakin rumit sejak perang 2014, dan jika melihat situasi kami, kamu akan menemukan tidak ada unsur-unsur kehidupan di sini,” katanya.

Menurutnya di wilayah tersebut listrik terputus, infrastruktur hancur, air tidak aman diminum, transportasi sulit, serta pertanian terus memburuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement