Oleh: Akhmad Danial, Dosen UIN Jakarta
Saya berhenti merayakan pergantian tahun dan perayaan ulang tahun karena logika di balik perayaan perayaan itu menurut saya ABSURD.
Setiap tahun berganti, usia akan bertambah. Setiap pertambahan usia bermakna kita semakin dekat dengan ajal atau berakhirnya masa hidup di dunia ini.
Setiap mendengar suara petasan di malam tahun baru, saya merenungkan, apa sebenarnya yang dirayakan? Mengapa pergantian tahun dilingkupi kegembiraan?
Mengapa makin dekatnya kematian disoraki dengan penuh kegembiraan? Apakah mereka yang bersorak sorai di malam tahun baru itu, masih bisa bersorak sorai di malam tahun baru berikutnya?
Apakah, mereka yang wafat pada 2019 ini, di malam tahun baru 2019 ikut bersorak sorai merayakannya? Membuat resolusi-resolusi di tahun ini yang ternyata tidak bisa dilaluinya dan menjadi tahun terakhir hidup mereka di dunia?
Membuat resolusi untuk setahun ke depan, bisakah dilihat sebagai satu bentuk kesombongan? Bukankah hari esok saja bagi kita merupakan sebuah misteri sehingga Islam meminta kita mengucap "Insya Allah" kala berjanji?
Ada begitu banyak orang yang pergi meninggalkan kita di tahun 2019 ini. Foto-fotonya nya ada seperti di atas. Sebagian lagi adalah tetangga kita, suami, anak, sepupu atau teman sekolah dan para kolega.
Bukankah kepergian mereka bisa dijadikan ibrah bahwa kita tidak menguasai waktu? Dia terus berjalan setiap detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan tahun tanpa ada saat membeku.
Setiap pergantian tahun, bukanlah sebuah perayaan namun hakikatnya adalah peringatan bagi kita semua bahwa waktu saya dan anda untuk meninggalkan semua yang kita cintai dan sayangi semakin dekat.
Karenanya, merenunglah. Instropeksi. Duduklah bertafakkur, seraya menundukkan kepala ke tanah, menadahkan tangan ke langit dan melantunkan seribu doa.