Senin 30 Dec 2019 14:50 WIB

Rekomendasi Aila dalam Menghadapi Bahaya LGBT Atas Umat

Aila menyampaikan rekomendasi menghadapi LGBT di dunia Islam.

Rep: Erdy Nasrul / Red: Nashih Nashrullah
Para peneliti Aila menunjukkan buku hasil riset mereka tentang upaya menangani LGBT secara komprehensif. Buku tersebut diluncurkan di Kantor The Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations (Insists) Jakarta pada Ahad (29/12).
Foto: Republika/ Erdy Nasrul
Para peneliti Aila menunjukkan buku hasil riset mereka tentang upaya menangani LGBT secara komprehensif. Buku tersebut diluncurkan di Kantor The Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations (Insists) Jakarta pada Ahad (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Agar transformasi menuju fitrah dalam menangani perilaku LGBT dapat berjalan efektif, maka diperlukan upaya penguatan nilai-nilai moral dan agama, baik di lingkungan keluarga maupun pada level masyarakat. 

Hal ini merupakan salah satu rekomendasi Aliansi Cinta Keluarga (Aila) Indonesia dalam buku berjudul Transformasi Menuju Fitrah yang diluncurkan akhir pekan lalu.

Baca Juga

Pembaruan hukum terkait LGBT, edukasi mengenai dampak negatif perilaku LGBT, dan pendirian pusat kajian serta lembaga-lembaga terapi atau konseling bagi kaum LGBT, harus mendapatkan prioritas utama. 

Namun tuntutan pembaruan hukum di Indonesia untuk mengatur perilaku LGBT harus dilandasi pandangan falsafah yang kokoh. Filosofi yang harusnya dikedepankan dalam menyikapi masalah kriminalisasi LGBT adalah, seseorang dilindungi bukan karena perlindungan tersebut dapat menimbulkan dampak terhadap orang lain, tetapi juga seseorang harus dilindungi dari perbuatan merusak dirinya sendiri.

Oleh karena itu diperlukan optimalisasi peran institusi keluarga, agama, organisasi kemasyarakatan, media massa serta negara, guna menciptakan suasana kondusif bagi perubahan perilaku yang diharapkan.

Buku atau laporan ini menghasilkan beberapa rekomendasi, di antaranya adalah PBB harus berhenti mempromosikan dan memaksakan isu-isu yang tidak universal agar diakui sebagai bagian dari HAM. Khususnya isu seperti LGBT. Mayoritas negara yang memegang nilai-nilai moral yang berasal dari agama menolak perilaku ini.

PBB juga harus mampu menghargai negara-negara yang menolak LGBT sebagai bentuk ‘margin of appreciation’. “Oleh karena itu, negara-negara yang tidak mengakui hak LGBT tidak boleh dipaksa untuk berubah, mengikuti pandangan partikular mereka,” kata peneliti Aila, Dinar Dewi Kania, kepada Republika.co.id pada Ahad (29/12).

PBB ataupun lembaga profesi internasional lainnya juga sebaiknya tidak melarang para pelaku LGBT di Indonesia untuk menjalani terapi/konseling sesuai dengan keyakinan yang dianutnya. Kampanye untuk mengubah keyakinan seseorang merupakan bentuk intoleransi yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang hakiki.

Selain Dinar Dewi, buku ini juga disusun oleh peneliti Meyrinda Rahmawaty Hilipito, Qurrata Ayuni, Rita H Soebagio, Fajri Matahati Muhammadin, Tiar Anwar Bachtiar, dan Hasbi Aswar.

  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement