REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakaf dalam bentuk uang belum tergali potensinya secara maksimal. Hal ini karena masih terkendala literasi yang masih rendah di kalangan masyarakat.
"Saat ini perkembangan wakaf saham masih terbatas karena literasi yang masih rendah. Masyarakat lebih menyerahkan aset wakaf dalam bentuk tertentu seperti masjid, madrasah, rumah sakit, dan sebagainya," kata Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Imam Teguh Saptono, Rabu (25/12).
Imam menjelaskan, sesuai dengan makna wakaf artinya menahan, maka yang dimaksud dengan wakaf uang merupakan wakaf dalam bentuk investasi. Hasil dari investasi diberikan kepada mauquf alaih.
Di dalam praktiknya, wakaf uang dapat diinvestasikan ke dalam aset finansial seperti deposito, saham, sukuk atau juga investasi langsung kedalam aset riil seperti pabrik, kebun, dan sebagainya. Imam mengatakan, keunggulan dari wakaf uang lebih fleksibel karena yang dijaga yakni manfaat dari nilai tunainya, sedangkan aktivitas investasinya bisa berubah-ubah.
Dalam menggiatkan gerakan wakaf uang, BWI dan Kementerian keuangan telah bekerja sama menerbitkan instrumen wakaf uang yang diinvestasikan ke dalam sukuk yang dikenal dengan cash wakaf link sukuk. Namun saat ini nilainya masih belum cukup memenuhi target.
"Karena terkendala literasi tadi, sampai saat ini wakaf yang terkumpul belum mencapai jumlah minimal Rp 50 miliar sebagai syarat diterbitkannya instrumen tersebut. Mudah-mudahan ini bisa terwujud tahun depan," kata Imam.
Untuk saat ini, BWI belum memiliki data yang cukup terkait wakaf uang karena belum semua nadzir memberikan laporannya. Sejumlah nadzir dalam bentu yayasan yang sudah menjalankan wakaf uang diantaranya, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Daarut Tauhiid, wakaf Salman, dan lainnya.
"Saat ini kami tengah menyusun sebuah sistem informasi yang bisa menangkap aktivitas perwakafan nasional secara komprehensif, bekerja sama dengan para stakeholder seperti Kemenag, KNKS, BPN dan sebagainya," ucap Imam.
Komisioner BWI Iwan Agus Setiawan Fuad mengatakan, potensi wakaf uang mencapai Rp 77 triliun per tahun. Realisasi penghimpunan pada 2019 baru mencapai Rp 255 miliar.
Sementara pertumbuhan penghimpunan wakaf uang sebesar 32 persen per tahun. Angka tersebut lebih tinggi daripada penghimpunan zakat sekitar 25 persen per tahun.
Ia menjelaskan, wakaf uang diinvestasikan di sektor finansial melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) atau lembaga keuangan syariah lain yang dijamin oleh pemerintah yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BWI juga memperkenankan sebagian wakaf uang diinvestasikan di sektor riil oleh nadzir, selama dilakukan secara profesional dan adanya sistem penjaminan agar investasi wakaf uang tidak gagal.
"Saat ini sebagian besar wakaf uang masih disimpan di lembaga keuangan syariah atas nama rekening nazir wakaf uang," kata Iwan.
Di samping itu, nilai wakaf dalam bentuk aset tanah dan bangunan saat ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah wakaf uang. Hal ini karena wakaf uang baru dikenal sejak Undang-Undang (UU) Wakaf dikeluarkan pada 2014 dan juga belum banyak di pahami oleh wakif dan masyarakat.
"Sebagian besar aset wakaf yang ada tidak produktif, dalam bentuk tanah kosong, masjid, makam dan madrasah. Dengan tumbuhnya wakaf uang diharapkan mendorong asset wakaf tidak produktif dikembangkan menjadi produktif," ucap Iwan.
Belum lama ini Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan, wakaf uang memiliki peluang lebih besar untuk dapat membantu membiayai aktifitas umat dibandingkan dengan wakaf tanah. Untuk itu, ia mengimbau umat Muslim untuk menghimpun lebih banyak wakaf uang.
Selama ini menurutnya, banyak umat Muslim mengeluarkan sedekah secara pribadi untuk kemudian diberikan kepada pihak yang membutuhkan. "Kalau dulu kita ngasih sedekah sama orang, sedekah sama yang bersangkutan sudah selesai saja," kata Menag.
"Kalau kita gunakan sedekah kita dalam tanda kutip wakaf uang, dihimpun, kemudian bisa dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal yang produktif, itu akan terus bergulir baik," kata dia.
Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk mendukung aktivitas, dan kemaslahatan umat. Mulai dari membantu lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, hingga menghidupkan perekonomian umat. Dana wakaf ini menurutnya juga harus dikelola secara profesional, dan transparan oleh Badan Amil Zakat.