REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Buya Anwar Abbas menanggapi pidato Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj soal kesenjangan ekonomi.
Dalam pidato itu, Kiai Said menilai belum adanya harmoni dalam kehidupan ekonomi di negeri ini dan berputarnya harta kekayaan hanya di segelintir orang.
"Tentu ini sangat patut untuk kita perhatikan apalagi indeks Gini ekonomi kita saat ini 0,39 dan dalam bidang pertanahan 0,59,” kata Buya Anwar, dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Rabu (25/12).
Hal ini, kata dia, berarti 1 persen dari jumlah penduduk menguasai 39 persen ekonomi yang ada di negeri ini. Bahkan 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama ini hanya lebih banyak mendorong pertumbuhan sementara pemerataan semakin jauh panggang dari api.
"Hal ini bila tidak bisa kita antisipasi maka pada gilirannya tentu akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri, sehingga tidak mustahil juga akan bisa memantik terjadinya krisis ekonomi dan politik seperti tahun 1998," kata Sekjen MUI ini.
Anwar menuturkan, semua pihak tentu tidak ingin itu terjadi kembali karena dampak buruknya yang luar biasa besar. Untuk memulihkannya, perlu pengorbanan yang besar dan waktu yang panjang.
Dia menegaskan apa yang disinyalir Kiai Said hendaknya jangan dianggap enteng dan dianggap sebagai angin lalu oleh pemerintah dan para pelaku ekonomi terutama para pengusaha besar. “Tapi kita harus bisa mendiagnosa persoalan yang ada di negeri ini lebih jauh dan secara lebih tajam," tutur dia.
Dengan demikian, kata dia, dapat ditemukan penyakit yang sebenarnya di negeri ini. "Sehingga kita bisa memberikan obatnya yang tepat agar negeri ini bisa bergerak maju dan seluruh rakyatnya bersatu serta hidup dengan sejahtera," ujar dia.