REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU Tiongkok) menyatakan pemerintah Indonesia harus menempatkan persoalan Muslim di Provinsi Xinjiang sebagai urusan internal pemerintah Tiongkok.
Rais Syuriah PCINU Tiongkok, KH Imron Rosyadi Hamid, menuturkan persoalan Xinjiang tidak bisa dikaitkan dengan kebijakan anti-Islam.
“Yang dilakukan otoritas Cina, menurut dia, adalah tindakan untuk mencegah gerakan separatisme,” kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/12).
Jika pun ada dugaan terjadinya tindakan pelanggaran HAM di sana, tetap harus ditempatkan pada persoalan cara penanganan separatisme yang kurang tepat. “Bukan pada kesimpulan bahwa Pemerintah Cina anti-Islam,” kata dia.
Gus Im, sapaan akrabnya, juga menegaskan bahwa masyarakat juga perlu tahu bahwa konstitusi Tiongkok menjamin kebebasan beragama termasuk Islam.
Kehidupan Muslim di Cina, di luar Xinjiang, menurutnya berjalan baik. Bahkan pemerintah Cina juga membangun fasilitas bagi kepentingan Muslim seperti Hui Culture Park senilai 3,7 miliar dolar atau setara Rp 51 triliun.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan nahdliyin juga pernah mengunjungi berbagai situs keislaman di Tiongkok. Termasuk pesantren dan madrasah.
Umat Islam di Tiongkok sendiri terus bertambah dengan jumlah masjid sekitar 35 ribu unit. Ada 10 institut agama Islam, ratusan sekolah bagi kalangan rakyat untuk belajar bahasa Arab dan kebudayaan agama Islam.
"Saat ini juga telah dibentuk sebuah organisasi bernama Asosiasi Islam Tiongkok dan melancarkan kegiatan pelayanan untuk umat Muslim," kata dia.