Rabu 18 Dec 2019 22:49 WIB

Giliran Senegal Dituding Abai Eksploitasi Siswa Madrasah

Human Right Watch menuding Senegal abai terhadap eksploitasi siswa.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR – Kelompok pembela hak asasi manusia yang berbasis di New York, Human Right Watch (HRW), menyebut jika pemerintah Senegal gagal mencegah pelanggaran dan penyalahgunaan terhadap ribuan anak dan remaja di banyak sekolah Islam di negara Afrika Barat itu. 

HRW merilis laporan mendalam pada Senin (16/12) lalu sebagai sebuah analisis tentang janji pemerintah Senegal untuk mengakhiri pelanggaran, yang terjadi di pusat-pusat pendidikan Islam yang dikenal sebagai 'daaras'. 

Baca Juga

Laporan in-depth itu berjudul "Anak-anak ini Jangan Menjadi Milik di Jalanan: Sebuah Peta Jalan untuk Mengakhiri Penyalahgunaan, Eksploitasi di Talibes di Senegal." 

Di sini, HRW mempelajari kebijakan pemerintah Senegal, pemrograman dan upaya peradilan mereka. Dalam laporan itu disebutkan, jika pemerintah Senegal telah lalai dalam upaya mencegah pelecehan terhadap lebih dari 100 ribu anak, yang dikenal sebagai 'talibes' di sekolah-sekolah Islam. 

Setelah melakukan penelitian ekstensif sejak 2017, para penyelidik menemukan bahwa dalam banyak kasus anak-anak yang mengikuti sekolah seperti itu dipaksa mengemis di jalanan untuk mendapatkan uang sampai mereka memenuhi kuota tertentu. 

Jika mereka gagal melakukannya, mereka dapat menghadapi hukuman seperti pemukulan, dikunci dalam rantai, dan bahkan menahan makanan mereka. 

"Anak-anak Talibe telah secara terbuka dan tragis diabaikan, dieksploitasi, dan dilecehkan, dan pemerintah sama sekali tidak berbuat cukup untuk menghentikannya. Pemerintah perlu mengambil tindakan yang berani, konkret, dan berkelanjutan untuk mengakhiri penderitaan yang dialami banyak anak di daaras di Senegal," kata Associate Director Afrika di Human Rights Watch, Corinne Dufka, dilansir di Breitbart, Rabu (18/12).  

Publik dibuat semakin marah tatkala foto-foto anak-anak yang kekurangan berat badan tengah mengemis atau dikurung dalam rantai beredar di media sosial bulan lalu. 

Beberapa pemimpin agama dikabarkan marah atas penangkapan orang-orang yang bertanggung jawab atas institusi tersebut. Namun, di sisi lain, pemerintah juga kian ditekan agar bertanggung jawab atas pelanggaran yangt terjadi. 

Selama beberapa dekade terakhir, anggota parlemen Senegal telah mengeluarkan berbagai undang-undang untuk melindungi anak-anak dengan melarang bentuk pelecehan dan pengabaian anak-anak secara sengaja, kemudian pemenjaraan yang keliru, membahayakan dan bentuk perdagangan manusia. 

Akan tetapi, HRW menyebut jika pihak berwenang di Senegal masih terlalu lambat dalam mengambil langkah yang diperlukan guna mengakhiri pelanggaran tersebut. Pasalnya, hanya 25 guru atau asisten mereka yang dihukum karena kejahatan tersebut sejak 2017.

Anggota Platform untuk Promosi dan Perlindungan HAM (PPDH) dan Direktur Tempat Perlindungan Anak-Anak di kota Saint-Louis, Issa Kouyate, mengatakan bahwa pelanggaran yang terjadi di banyak daaras tidak terkendali. 

Namun, pemerintah justru menunda tindakan untuk mengatasinya. "Talibe sudah cukup menderita. Sudah saatnya untuk berubah," kata Kouyate.

Selain Senegal, HRW juga menyebut jika pelecehan terhadap anak-anak juga terjadi di bagian lain Afrika, termasuk Nigeria. Disebutkan, bahwa sekolah asrama Islam serupa dinilai telah dibandingkan dengan kamar penyiksaan.

Analis HAM memperkirakan, sekitar 10 juta anak-anak berada di tangan lembaga-lembaga ini di Nigeria. Meskipun, jumlah itu adalah perkiraan karena pemerintah memprioritaskan penutupan lembaga sekolah dan melakukan penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement