Rabu 11 Dec 2019 14:29 WIB

BPJPH: Sertifikasi Halal Pesan Penting untuk Bangsa

BPJH menegaskan sertifikasi halal bukan hanya kewajiban hukum.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
BPJH menilai sertifikasi halal penting untuk bangsa. Foto: Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
BPJH menilai sertifikasi halal penting untuk bangsa. Foto: Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Prof Sukoso menekankan, sertifikasi halal di Indonesia tidak cuma kewajiban hukum. Posisi sertifikasi halal vital bagi bangsa.

Ia berpendapat, jika kita tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah halal ini, Indonesia tidak akan terdengar di manapun. Sukoso sendiri baru menghadiri sidang sengketa perdagangan WTO di Jenewa, Swiss.

Baca Juga

"AS dan EU tanya untuk apa sertifikasi halal, kami negara sekuler, tapi saya tanya apa kamu kirim produk ke Indonesia, ini pentingnya hubungan government to government," kata Sukoso, Selasa (10/12).

Itu disampaikan saat mengisi seminar yang digelar DPPAI Universitas Islam Indonesia (UII). Ia menegaskan, sertifikasi halal merupakan satu kebutuhan yang memberi ketenangan bagi seorang Muslim.

Sukoso mengungkapkan, selama tiga hari menghadiri sidang itu tidak pernah sepi dari pertanyaan-pertanyaan negara-negara lain. Meski begitu, ada pula negara-negara yang memberikan apresiasinya.

Ia mengingatkan, masuknya Indonesia ke Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seharusnya menyadarkan vitalnya sertifikasi halal bagi di Indonesia. Jika tidak, Sukoso khawatir Indonesia cuma tertindas sistem global.

"Sekarang sudah kompetisi global, bahkan blok-blok AS-Cina hari ini blok-blok dagang, tanpa sertifikasi halal kita cuma akan tertindas sistem ekonomi global, jadi ini pesan nasionalisme," ujar Sukoso.

Namun, Sukoso turut mengungkapkan kekhawatiran tentang minim tingkat kesadaran masyarakat Indonesia tentang sertifikasi halal. Bahkan, ia merasa, masih banyak yang mematuhinya sekadar sebagai aturan hukum.

Pandangan masyarakat itu didapati Sukoso dari survei yang dilakukan Litbang Kemenag. Karenanya, ia berharap kalangan akademisi berperan pula dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan sertifikasi halal.

"Kaget saya lihat hasil survei itu, karena selama ini sertifikasi halal cuma dimaknai takut aturan hukum, bukan dalam konteks agama," kata Sukoso.

Pada kesempatan itu, Rektor UII, Fathul Wahid menilai, meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat memang tidak mudah. Apalagi, konsep halal itu sendiri memang rumit, jadi tidak sederhana untuk dipahami.

Belum lagi, di lapangan, Fathul mengaku menerima banyak keluhan soal sertifikasi. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menyebut baru sedikit dari 17 juta UMKM yang tersertifikasi.

"Pertama, mereka mengeluh prosesnya lama, jadi kepastian waktu sulit," ujar Fathul.

Kedua, soal biaya yang walaupun ada program-program untuk membantu sertifikasi halal untuk UMKM, tapi cuma sekali diberikan. Artinya, setelah 4-5 tahun, mereka tidak lagi mengurus karena kesulitan biaya.

Ketiga, soal kapasitas yang mana Lembaga Pemeriksa Halal milik LPPOM MUI selama ini jumlahnya terbatas. Ia berpendapat, ke depan jika jumlah LPH-LPH itu diperbanyak tentu bisa menambah kapasitas.

Keempat, Fathul belum merasa cap-cap halal selama ini belum memberi dampak yang sangat signifikan. Apalagi, tidak jarang ditemui kalau cap-cap seperti itu pembuatannya sangat mudah, jadi mudah dipalsukan.

Ia menyarankan, sertifikat halal ke depan bisa disertai layanan lain untuk verifikasi. Jadi, ketika membeli barang, kita bisa memfoto QR Code yang langsung memunculkan keterangan BPJPH tentang produk itu.

"Kita harus bangun argumen kalau sertifikat halal perlu, di Malaysia hotel halal saja bisa mendongkrak omset, kita sekarang harus bangun argumentasi publik agar kesadaran publik terbangun," kata Fathul. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement