Selasa 10 Dec 2019 22:09 WIB

Mengenal Istilah Dakwaan, Kata Arab yang Dipakai Dunia Hukum

Kata dakwaan digunakan dalam dunia peradilan dan hukum.

Kata dakwaan dijadikan sebagai istilah Pengadilan (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kata dakwaan dijadikan sebagai istilah Pengadilan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Dakwaan. Seringkali kita mendengar kata ini, tentu sebagai salah satu diksi yang kerap digunakan dalam pengadilan. Dakwa ternyata berasal dari bahasa Arab hingga kemudian digunakan dengan istilah syar’i atau hukum positifinya.  

Menguitp Fiqh as-Sunnah, karya Syekh Sayyid Sabiq, Ad-Da'waa menurut bahasa berarti thalab yang berarti tuntutan atau permintaan. Allah SWT berfirman, ''Dan kamu memperoleh di dalamnya surga apa yang kamu minta.'' (QS Fushshilat [41]: 31). 

Baca Juga

Dalam syariat, ad-da'waa berarti menghubungkan kepada diri sendiri hak atas sesuatu yang ada pada orang lain atau dalam tanggungan orang lain. Mudda'i (pendakwa) adalah orang yang meminta hak. Bila diam tidak menuntut, maka dibiarkan saja. Sedangkan mudda'i alaihi (yang didakwa) ialah orang yang dimintai hak dan bila diam, maka tidak dibiarkan saja.

Dakwaan itu tidak sah melainkan dari orang yang merdeka, berakal, baligh dan waras. Maka hamba sahaya, orang yang gila, orang yang tidak waras, anak-anak, dan orang dungu tidak diterima dakwaan mereka. Sebagaimana syarat-syarat ini diwajibkan bagi pendakwa, maka syarat-syarat itu pun diwajibkan pula bagi orang yang mungkir terhadap dakwaan.

Dakwaan tidak diakui kecuali berdasarkan dalil yang membuktikan kebenarannya. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, ''Seandainya manusia diberi kebebasan berdasarkan dakwaan mereka, tentulah banyak orang yang mendakwakan darah orang dan hartanya. Akan tetapi orang yang berdakwa itu harus bersumpah.'' (Hadis riwayat Ahmad dan Muslim).

Pendakwa adalah orang yang dibebani dengan mengadakan pembuktian atas kebenaran dan keabsahan dakwaannya, sebab yang menjadi dasar ialah bahwa orang yang didakwa itu bebas dalam tanggungannya. Pendakwa wajib membuktikan keadaan yang berlawanan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ''Bukti itu wajib bagi pendakwa, dan sumpah itu wajib bagi orang yang mengingkarinya.''

Disyaratkan agar bukti itu pasti, sebab bukti yang tidak pasti tidak mendatangkan kayakinan. Allah berfirman dalam surah an-Najm (53) ayat 28, ''Dan sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.''

Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda kepada seorang lelaki, ''Apakah engkau melihat matahari?'' Orang itu menjawab: ''Ya.'' Beliau berkata: ''Bersaksilah dalam keadaan seperti itu atau engkau tinggalkan saja.'' Adapun cara untuk menetapkan dakwaan adalah dengan ikrar, kesaksian, sumpah, dan dengan dokumen yang resmi.''

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement