REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menilai langkah Menteri Fachrul Razi mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 982 Tahun 2019 Tentang Layanan Sertifikasi Halal sudah tepat.
Menurut dia, sebagai bentuk diskresi atau freize ermersen, kewenangan menteri agar Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dapat dijalankan sekalipun Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan infrastruktur lainnya belum siap.
"UU JPH tetap dapat dijalankan dengan memberikan kewenangan badan atau lembaga yang selama ini LPPOM MUI telah menjalankan fungsi-fungsi tersebut," katanya katanya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (7/12).
Apalagi, kata dia, KMA 518 Tahun 2001 dan KMA 519 Tahun 2001 sampai hari ini balum pernah dicabut. Artinya, KMA tersebut adalah mengenai MUI sebagai badan yang melakukan sertifikasi halal.
"Dengan demikian diskresi tersebut sesuai dengan konstitusi dan kewenangan sertifikasi merupakan kewenangan konstitutif MUI," katanya.
Sedangkan kewenangan BPJPH untuk melakukan registrasi atau pendaftaran sertifikasi halal dan menerbitkan sertifikasi halal MUI adalah kewenangan yang bersifat deklaratif. Dia mengatakan KMA No 982 tahun 2019 sangat sesuai dengan UU JPH.
"Yakni membagi kewenangan substantif yaitu kewenangan sertifikasi halal diberikan kepada MUI dan BPJPH hanya diberikan kewenangan secara deklaratif," katanya.
KMA Nomor 982 Tahun 2019 Tentang Layanan Sertifikasi memberi kewenangan tunggal kepada LPPOM MUI sebagai lembaga penguji produk halal, termasuk menentukan tarif.